Suku Bare’e (Suku Baree, Sulawesi, Indonesia)

—===—

Suku Bare’e (Suku Baree, Sulawesi, Indonesia)

—===—

.

.

.

.

Suku Bare’e (Baree) adalah Suku yang berasal dari Kabupaten Poso dan Kabupaten Tojo Unauna, Propinsi Sulawesi Tengah, Indonesia.

(sumber : Buku MENGENAL TARIAN DAN SENI SULAWESI, oleh wisnu fajar, penerbit ALPRIN tahun 2020, Klik untuk lihat sumber)

Pada Buku Sejarah Tojo Una-una, Hasan M.hum, hal 128-130 tertulis :
Wilayah-wilayah Suku Bare’e tersebut antara lain: dari desa Malei, Tojo, hingga Pancuma sebagai batas akhir dari batas wilayah Suku Baree pada masa lalunya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya migrasi Suku Bare’e hingga memasuki wilayah Malotong, Bailo, dan sebagian wilayah Ampana.
Dengan adanya kawin mawin, penyebaran Suku Bare’e semakin luas hingga ke wilayah pulau-pulau termasuk di wilayah pulau Batudaka, Togean, dan pulau-pulau kecil lainnya.

suku_baree

SUKU BARE’E

(Bare’e, Tau Bare’e, To Bare’e, atau Orang Bare’e)

.

.

• NAMA RESMI SUKU : BARE’E,

• BAHASA RESMI : BAHASA BARE’E, (lihat wikipedia sub.bab. : BAHASA BARE’E (bare’e-taal).

Bahasa Bare’e yang dipakai oleh Suku Bare’e di Tojo dan Ampana yang dulunya adalah ibukota Kerajaan Tojo disebut bahasa Bare’e asli,

Sedangkan bahasa dari suku bare’e selain di Tojo dan Ampana yang hidup berkelompok seperti Suku Bare’e Sausu, Suku baree to tora’u, suku bare’e to lalaeo, dll berbicara dengan logatnya masing-masing menurut kelompok suku bare’enya,

Jika ditemukan suatu jenis kegiatan yang tidak ada nama bahasa bare’e nya di kelompok-kelompok suku bare’e tersebut, maka kelompok suku bare’e tersebut kembali kepada asal usul bahasa bare’e yang digunakan oleh Suku Bare’e di Tojo dan di Ampana,

KALAU ORANG INDONESIA DISEBUT BAHASA EJAAN YANG DISEMPURNAKAN ATAU DISINGKAT EYD, BAHASA INDONESIA EYD ADALAH BAHASA INDONESIA EYD YANG TERTULIS DALAM “buku” KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA,

jadi bisa dikatakan, SEMUA SUKU, SUB. SUKU, DAN KELOMPOK SUKU YANG MENGGUNAKAN BAHASA BARE’E ADALAH TERMASUK SUKU BARE’E, KARENA HANYA SUKU BARE’E YANG MENGGUNAKAN BAHASA BARE’E,

ARTI BARE’E : BARE’E, BARE’E ARTINYA NAMA SUKU, DAN BARE’E BERASAL DARI BAHASA BARE’E ARTINYA TIDAK ADA,

• WILAYAH SUKU BARE’E, YAITU :

Sausu, To Pebato, To Lage, To Onda’e, To Palande, To Tora’u, To Lalaeo, Tojo, Tentena, To Bantjea, To Puumboto, dan To Rato.

SEMUA NAMA WILAYAH DIATAS MEMAKAI BAHASA BARE’E, SEHINGGA DISEBUT KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E.

• Dan WILAYAH SUKU TA’A :

To Wana, Bongka, dan To Ampana.

SEMUA NAMA WILAYAH DIATAS MEMAKAI BAHASA TA’A, SEHINGGA DISEBUT WILAYAH KELOMPOK-KELOMPOK SUKU TA’A.

.

.

PERBEDAAN BAHASA BARE’E SUKU BARE’E DAN BAHASA TA’A SUKU TA’A

.

.

Pada awalnya Bahasa yang digunakan oleh Suku Ta’a (Taa) dinamakan Bahasa Bare’e,

Tetapi seiring perkembangan jaman dan dengan dibimbing oleh Pihak Kerajaan Tojo yang menaungi Suku Bare’e yaitu diwilayah To Lalaeo, Lage Marompa, dan To Tora’u, serta wilayah Suku Ta’a di wilayah To Rato Bongka, maka bahasanya Suku Ta’a dinamakan Bahasa Ta’a dan bahasa yang digunakan oleh Suku Bare’e tetap Bahasa Bare’e.

~~CONTOH : ITU (BAHASA INDONESIA),

1. BAHASA BARE’E : ITU = SE’I, dan

2. BAHASA TA’A (TAA, BARE’E TA’A) : ITU = SI’I, atau SE’E.

.

.

KENAPA SUKU BARE’E DINAMAKAN SUKU BARE’E ????

karena suku bare’e adalah suku berbahasa asli bahasa bare’e

.

.


austronesia_bahasa_suku_baree

• WILAYAH SUKU BARE’E : DARI SAUSU SAMPAI AMPANA TETE (SUKU BARE’E DI WILAYAH KERAJAAN TOJO),

PhotoGrid_1581477342407

• JUMLAH POPULASI SUKU BARE’E :

1 JUTA ORANG,- (SELURUH DUNIA), 400 RIBU ORANG,- (WILAYAH KERAJAAN TOJO),

SUKU BARE’E ADA DENGAN SENDIRINYA DAN SUKU BARE’E TERCATAT PADA TAHUN 1770 YAITU DI DALAM SEJARAH KERAJAAN TOJO SUDAH ADA MASYARAKAT SUKU BARE’E TINGGAL DI WILAYAH DARI SAUSU SAMPAI AMPANA TETE,

• ASAL USUL SUKU BARE’E ADALAH BERASAL DARI SUKU TO PONGKO YANG BER- BAHASA BARE’E YANG DULUNYA BERASAL DARI SALU PONGKO YANG KEMUDIAN TINGGAL DI SEPANJANG PANTAI TELUK TOMINI DI WILAYAH SAUSU SAMPAI AMPANA TETE DAN MENAMAKAN DIRI MEREKA SUKU BARE’E.

.

.

WILAYAH KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E DI TANA BARE’E

.

.

SUKU BARE’E DAN KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E :

SELAIN SUKU BARE’E SENDIRI YANG BERGAYA HIDUP LEBIH MODEREN DAN HIDUP MEMBAUR DENGAN SEMUA KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E, BANYAK JUGA DARI SUKU BARE’E HIDUP BERKELOMPOK DAN TERDIRI DARI KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E YANG MASING-MASING KELOMPOK SUKU BARE’E TERSEBUT MASIH BERPANDANGAN TRADISIONAL DAN MASIH TERIKAT OLEH ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA SESUAI KELOMPOK SUKU BARE’E NYA, DAN MEMILIKI CIRI-CIRI KHAS SECARA BAHASA, FISIK, PAKAIAN, DAN KEHIDUPAN YANG BERBEDA DIANTARA KELOMPOK-KELOMPOK TERSEBUT.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::

Kelompok-Kelompok Suku Bare’e masih hidup secara tradisional dan terikat oleh adat istiadat dan budaya nenek moyang Suku Bare’e dari jaman Suku To Pongko yang berbahasa bare’e, Tinja Pata Sulapa, Kerajaan Tojo, dan Suku Bare’e di Tahun 1951, sampai sekarang.

PEMBAGIAN WILAYAH-WILAYAH SUKU BARE’E DI TANA BARE’E YANG DIKUASAI OLEH KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E DI WILAYAH KERAJAAN TOJO, ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

TO AMPANA, KELOMPOK SUKU BARE’E TO LALAEO, PARANAKA (ORANG TOJO), KELOMPOK SUKU BARE’E TO TORA’U, TAA, DAN KELOMPOK SUKU BARE’E TO WANA.

SAUSU, TO LAGE, KELOMPOK SUKU BARE’E TO ONDAE, KELOMPOK SUKU BARE’E TO PEBATO, TO PALANDE, TO BANCEA, TO PUUMBOTO, DAN TO RATO.

PATU’U (pesan) TAU TUA BARE’E
YANG BIASA KITA DENGAR :

1. POSAMBAYA (sembahyang),
2. POSINTUWU (bersaudara),
3. POSABARA (sabar),
4. PONANOTO RAYA (sopan santun).

PhotoCollage_20200618_141909670

Khusus patu’u posintuwu (bersaudara) dikalangan masyarakat bare’e sehingga memunculkan istilah batagor = baree, taa, gorontalo, dan bajabu = baree, jawa, bugis.

.

.

PAKAIAN BAJU ADAT SUKU BARE’E

.

.

– UNTUK LAKI-LAKI DISEBUT :

INODO, BANJARA, DAN PIYAMA.

– PIYAMA ADALAH BAJU ADAT SUKU BARE’E UNTUK LAKI-LAKI YANG POLOS TANPA MOTIF YANG KAINNYA AGAK TIPIS,

– INODO ADALAH PAKAIAN DARI KULIT KAYU IVO ATAU KAYU BERINGIN PUTIH,

– BANJARA ADALAH BAJU ADAT SUKU BARE’E UNTUK LAKI-LAKI TANPA MOTIF, BERMOTIF GAMBAR ATAU GARIS-GARIS YANG KAINNYA AGAK TEBAL,

DAN ADA JUGA DARI BEBERAPA LAKI-LAKI DARI SUKU BARE’E YANG MEMAKAI INODO YAITU PAKAIAN DARI KULIT KAYU,

KEDUA BAJU ADAT SUKU BARE’E UNTUK LAKI-LAKI TERSEBUT BAIK PIYAMA ATAUPUN BANJARA BISA DIPAKAI BERSAMA DENGAN SARUNG,

SEHINGGA NAMANYA MENJADI PIYAMA DAN SARUNG, ATAU BANJARA DAN SARUNG.

Seperti tampak pada foto dibawah, Raja Tojo Tandjumbulu sedang memakai Baju Banjara.

photogrid_1522637610145-1652112748

baju_adat_suku_baree_piyama

– UNTUK PEREMPUAN DISEBUT :

INODO

PhotoCollage_20200712_102520875

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

.

.

ASAL USUL SUKU BARE’E

.

.

MENURUT HIDAYAT MUSLAINI, ASAL USUL SUKU BARE’E TERTULIS DALAM SEJARAH SEBANYAK 4 KALI, YAITU :

1. SUKU BARE’E DILIHAT DARI GENEALOGY (SILSILAH) BAHASA AUSTRONESIA BERASAL DARI BAHASA MELAYU,

2. SUKU BARE’E BERASAL DARI SUKU TO PONGKO,

3. SUKU BARE’E BERASAL DARI KISAH SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN TOJO, dan

4. SUKU BARE’E ADA DENGAN SENDIRINYA.

.

.

—-====—-

1. SUKU BARE’E DILIHAT DARI GENEALOGY (SILSILAH) BAHASA AUSTRONESIA BERASAL DARI BAHASA MELAYU

—-====—-

.

.

TAHUN 1888 ADALAH AWAL GERAKAN MISIONARIS DI SULAWESI BAGIAN TENGAH OLEH ASISTEN RESIDEN MANADO BARON VAN HOEVELL,
Awal gerakan misionaris terjadi pada tahun 1888, Pada periode tersebut, Sulawesi bagian Tengah berada di bawah yurisdiksi Afdeling Gorontalo, yang berpusat di Gorontalo. G. W. W. C. Baron van Höevell, Asisten Residen Gorontalo, Baron van Höevell khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi bagian Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki agama samawi, dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut animisme, dan memeluk agama suku. Baginya, agama Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam. Ia menghubungi lembaga misionaris Belanda, Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini.
Pada tahun 1892, NZG kemudian mengirimkan misionaris bernama Albertus Christiaan Kruyt, yang ditempatkan di Poso, dan menemukan 3 batu yang tersisa yang ternyata bernama Watu mpogaa dibekas sisa Desa Pamona di tepi Danau Poso (Rano Poso/To Rano).

Suku Bare’e atau bahasa Belandanya BARE’E-STAMMEN (De Bare’e-Sprekende jilid 1 halaman 119) yang pada waktu itu sudah banyak yang beragama Islam yang disebut Belanda dengan nama Mohammadisme, dan sebagian kecil orang poso masih beragama Lamoa (Langit) yang berpenampilan seperti Gelandangan.

Kemudian orang-orang yang berpenampilan seperti Gelandangan tersebut diberinama Alfouren yang kemudian diganti oleh A. C. Kruyt dan Dr. N. Adriani dengan nama Toradja (Toraja), sementara yang sudah beragama islam masih disebut Bare’e-Stammen.

Silahkan Download alamat url di bawah mengenai Buku De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes jilid 1 dan lihat suku asli di wilayah Grup Poso – Tojo yaitu Suku Bare’e (Bare’e-Stammen) di halaman 119 :

Silahkan tekan

Dalam Genealogy (silsilah) Bahasa Austronesia terungkap bahwa Bahasa TAE dan Bahasa BARE’E berasal dari bahasa Melayu. Selanjutnya, dari hasil akulturasi penutur bahasa TAE dan Bahasa BARE’E, maka lahirlah bahasa MAKASSAR. Bahasa Makassar melahirkan bahasa WOLIO, dan bahasa Wolio melahirkan Bahasa BUGIS dan Bahasa MANDAR.

SUKU TO PONGKO DITINJAU DARI BAHASANYA,

Dalam Genealogy bahasa-bahasa Austronesia, bahasa campur ini disebut sebagai Bahasa BARE’E yang dianggap sebagai Saudara kembar Bahasa TAE karena Kedua Bahasa tersebut berasal dari Suku To Pongko,

Dan Orang To Pongko yang Ber-Bahasa Bare’e Asli yang dari Salu Pongko atau Pulau Pongko tersebut kemudian menetap di Wilayah dari Sausu sampai ke Ampana Tete kemudian menjadi Suku Bare’e yang Berbahasa Bare’e,

Sementara Orang yang Ber-Bahasa Bare’e ada yang menetap menjadi Suku Bare’e dan ada yang terus bergerak memenuhi sekitar Wilayah Danau Poso dan terus berjalan ke Sekitar Danau Matano, dan orang-orang To Pongko berbahasa Bare’e di sekitar Danau Poso dan Danau Matano inilah setelah tinggal menetap disana lalu membentuk Bahasa Baru yaitu Bahasa Baree Ta’A (Bahasa Ta’A).

Jadi Bahasa Bare’e duluan ada baru Bahasa Bare’e Ta’a terbentuk setelah Orang-orang Berbahasa Bare’e tersebut bermukim disekitar Danau Poso.

Singkatnya, diaspora anak-anak To Pongko dari hulu ke arah Timur justru berlangsung lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena di daerah hulu, mereka tidak terhambat oleh derasnya aliran sungai yang disebut di atas, banyaknya rawa, rimbunnya hutan dan semak belukar liar seperti di dataran di dataran tengah. Percepatan diaspora ini menyebabkan mereka kembali bertemu di sekitar Danau Matano, DAN TO RIAJA dalam Bahasa BareE disini artinya adalah untuk menunjukkan sesuatu dan bentuk sebuah Peradaban Highland atau Dataran Tinggi atau To Riaja (A.C.Kruyt disebut TORAJA).

“The most important thing that cannot be denied by BAREE TA’A language speakers and the language of PAMONA VILLAGE around Lake Matano are those of the first tribal children separated from the To Pongko parent tribe, along with the split of To Pongko from the same parent Before forming civilizations around the Lake Matano and the original identity language of the BARE’E Tribe, namely the Bare’E language use of Suku Bare’e not Suku Pamona, because Suku Pamona use Bare’e Ta’a language or called Pamona Language.”

Sumber :

WWW.AUSTRONESIA BAREE

.

.

PAMONA TIDAK SAMA DENGAN SUKU BARE’E (BARE’E-STAMMEN)
.

.
SEMUA PAMONA BERAGAMA KRISTEN DAN SUKU BARE’E BERAGAMA ISLAM DAN MOLAMOA (BERTUHAN PUEMPALABURU),
.
PAMONA, TO PAMONA, ATAU NTO PAMONA, ATAU SUKU PAMONA, PAMONA SUKU PALSU DAN PAMONA BUKAN NAMA SUKU, PAMONA TIDAK SAMA DENGAN SUKU BARE’E
.
Pada tahun 1800an, tokoh Hindia Belanda, Adriani dan Kruyt dalam buku mereka yang berjudul De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes menyebutkan suku Bare’e (Bare’e-Stammen) Sebagai Suku Asli pemilik wilayah Grup Poso-Tojo, Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e) dengan Bahasa Bare’e (Bare’e-Sprekende) sebagai bahasa asli di wilayah tersebut.
.
Pamona berasal dari Nama suatu Desa yaitu Desa Pamona (Dorp Pamona), dan setelah terjadi Peristiwa Watu Mpogaa (WatuMpogaa atau Vatu Mpogaa) penduduk Desa Pamona kemudian tinggal di wilayah Wotu, Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, dan kemudian di wilayah Wotu, Luwu Timur, orang-orang dari Desa Pamona tersebut menamakan Penduduk mereka dengan Nama To Lampu, To Lompoe, atau To Tawaelia.

Jadi Pamona bukan nama suku ataupun Bahasa tetapi hanya nama Desa, yaitu Desa Pamona (Dorp pamona), karena pada buku De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes halaman 119, menyebutkan suku Bare’e (Bare’e-Stammen) Sebagai Suku Asli pemilik wilayah Grup Poso-Tojo, Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e) dengan Bahasa Bare’e (Bare’e-Sprekende) sebagai bahasa asli di wilayah tersebut.
.
Dan Sesuai Pelajaran di Semua SEKOLAH BELANDA kristen di wilayah poso – todjo mengajarkan bahwa penduduk desa pamona dikenal dengan nama To Lampu atau To Lompoe dan tidak pernah mengajarkan pamona adalah nama suku karena Desa pamona (Dorp Pamona) telah terjadi WATU MPOGAA.
.

.
Pertanyaan :
Kalau mereka yang bernama Pamona tersebut masih berani menamakan Pamona adalah nama suku, coba tanyakan siapa penyebar agama kristen pertama di Kabupaten Poso, dan bagaimana orang-orang yang menamakan diri mereka Pamona bisa beragama Kristen ?
.
Jawaban :
Karena semua Buku Referensi atau Daftar pustaka berasal dari buku-buku sejarah Belanda , dan semua buku buku sejarah Belanda tersebut menyebutkan bahwa Pamona berasal dari Nama suatu Desa yaitu Desa Pamona (Dorp Pamona), dan setelah terjadi Peristiwa Watu Mpogaa (WatuMpogaa atau Vatu Mpogaa) penduduk Desa Pamona kemudian tinggal di wilayah Wotu, Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

.

.

BAHASA TA’A, DAN BARE’E

.

.

BAHASA DORP PAMONA

Bahasa DORP Pamona, juga dikenal sebagai bahasa Ta’a …..dst baca sumbernya :

WWW. AUSTRONESIA/ SUKU BAREE

WWW. BAHASA PAMONA TA’A

.

.

—-====—-

2. SUKU BARE’E BERASAL DARI SUKU TO PONGKO

—-====—-

.

.

SALU PONGKO DAN SALU MOGE BERBEDA

.

.

–SALU MOGE ADALAH SUATU TEMPAT DI DEKAT WOTU, LUWU TIMUR, DAN
.
–SALU PONGKO ADALAH SUATU TEMPAT DIMANA ASAL USUL ORANG SULAWESI PERTAMA ADALAH BERASAL DARI SALU PONGKO ATAU PULAU PONGKO DAN DI SEBUT SUKU TO PONGKO, DAN TERLETAK DI DEKAT KEPULAUAN TOGIAN.
Dan istilah PONGKO disini berasal dari Wilayah Tengah Pulau Sulawesi yaitu Daratan Tojo dan sekitarnya, dan di bagian tengah pulau sulawesi, PONGKO itu artinya HANTU atau SETAN, dan untuk menandakan sesuatu yang di huni setan atau hantu yang biasa disebut Ba- PONGKO.
MELIHAT DARI BUKU I LAGALIGO SAWERIGADING DAN SEMUA CATATAN BAPA MISIONARIS ALB.C.KRUYT BAHWA TORAJA BUKANLAH SUKU TAPI TORAJA ADALAH PENGELOMPOKKAN SUKU

1280px-Indonesia_Ethnic_Groups_Map_English.svg

SUKU TO PONGKO DITINJAU DARI BAHASANYA,
TO PONGKO ADA YANG SUKU TAE DAN ADA YANG SUKU BAREE

— SUKU TAE YANG BERBAHASA TAE TERSEBAR DI SEPANJANG PANTAI BARAT MAMUJU, MAJENE, LUWU BARAT, TANA TORAJA, DAN TELUK PALU

— SUKU BARE’E YANG BERBAHASA BARE’E TERSEBAR (MPOGAA) DI SAUSU, AFDELING POSO, TOJO, SAMPAI AMPANA TETE.

SUKU BARE’E TERDIRI DARI SUKU BARE’E YANG MASYARAKATNYA TINGGAL DI TELUK TOMINI PANTAI TIMUR DARI SAUSU SAMPAI AMPANA TETE,
YANG DISEBUT JUGA OLEH ALB. C. KRUYT DENGAN NAMA TORAJA POSO TOJO ATAU TORAJA BARE’E,
DAN SUB. SUKU BARE’E-NYA YANG TERDIRI DARI SUKU BAREE TA’A, SUKU BAREE ONDAE, TO TORA’U, TO LALAEO, TO WANA, TO BAU, dan TO AMPANA.

.

.

SUKU PAMONA (yang aslinya hanya nama DESA PAMONA) BERBEDA DENGAN

SUKU BARE’E

.

.

◇◇◇◇

I LA GALIGO SAWERIGADING

SUKU TO PONGKO YANG BERBAHASA TAE

I La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan (sekarang bagian dari Republik Indonesia) yang ditulis di antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno, ditulis dalam huruf Lontara kuno Bugis. Puisi ini terdiri dalam sajak bersuku lima dan selain menceritakan kisah asal usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis sehari-hari.

Epik ini mungkin lebih tua dan ditulis sebelum epik Mahabharata dari India. Isinya sebagian terbesar berbentuk puisi yang ditulis dalam bahasa Bugis kuno. Epik ini mengisahkan tentang Sawerigading, seorang pahlawan yang gagah berani dan juga perantau.

La Galigo bukanlah teks sejarah karena isinya penuh dengan mitos dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Namun, epik ini tetap memberikan gambaran kepada sejarawan mengenai kebudayaan Bugis sebelum abad ke-14.

Versi bahasa Bugis asli Galigo sekarang hanya dipahami oleh kurang dari 100 orang. Sejauh ini Galigo hanya dapat dibaca dalam versi bahasa Bugis aslinya. Hanya sebagian saja dari Galigoyang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan tidak ada versi lengkapnya dalam bahasa Inggris yang tersedia. Sebagian manuskrip La Galigo dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di Eropa,

terutama di Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Leiden di Belanda. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan jumlah muka surat yang tersimpan di Eropa dan di yayasan ini adalah 6000, tidak termasuk simpanan pribadi pemilik lain.

Hikayat La Galigo telah menjadi dikenal di khalayak internasional secara luas setelah diadaptasi dalam pertunjukan teater I La Galigo oleh Robert Wilson, sutradara asal Amerika Serikat, yang mulai dipertunjukkan secara internasional sejak tahun 2004.

.

.

SALU PONGKO ATAU PULAU PONGKO

.

.

ANAK-ANAK SUKU HIGHLAND ATAU TO RIAJA (TORAJA)

.

.

Sementara itu pergerakan mereka dari atas hulu ke arah Barat menyebabkan mereka bertemu dengan anak-anak To Pongko lainnya yang sebelumnya telah membentuk peradaban Lowland (dataran rendah) di Salu Pongko, Reuni di dataran tinggi tersebut, selain memberi andil untuk terciptanya beberapa anak suku lain, seperti To Rongkong,To Seko, To Limbong, To Riaja (Toraja) dan sebagainya, reuni ini juga memberi andil yang signifikan untuk terbentuknya bahasa TAE, sebagai turunan dari bahasa To Luwu di Malangke yang bersumber dari bahasa To Pongko. Bahasa TAE ini akhirnya digunakan sebagai bahasa tutur (lingua Franca) dari anak-anak suku Highland atau To Riaja yang telah disebutkan di atas.

Sumber :

https://SUKU TO RIAJA

——————————

Pada tahun 1909 Belanda Menduduki Suatu Wilayah yang sekarang bernama Toraja dan Memberi nama suatu tempat di Wilayah Luwu bagian Barat Dengan Nama Desa Salu Pongko sebagai Jawaban atas pertanyaan dari Masyarakat Sulawesi atas buku I La Galigo Sawerigading bahwa ada dimana letak dari Salu Pongko.

Dalam Buku I La Galigo Sawerigading tertulis bahwa Manusia Pertama di Sulawesi adalah Suku To Pongko yang berasal dari Salu Pongko.

Dan Salu Pongko itu Letaknya Bukan Di Wotu karena yang di Wotu itu bernama Salu Moge, dan tidak mungkin Suku To Pongko yang merupakan Manusia Pertama yang menghuni Pulau Sulawesi Pertamakali itu berasal dari Suatu Wilayah di Pulau Sulawesi pasti berbeda Pulau dan Salu Pongko itu adalah Terletak di Wilayah Tojo Una-una yaitu di Pulau Pongko.

Dari sumber sejarah, tinjauan kebahasaan, dan Epos La Galigo diketahui bahwa Peradaban Orang Sulawesi muncul dari Salu (Pulau) Pongko yakni antara 3.000 hingga 2.000 tahun silam. Diduga Sulawesi dahulu kala pernah didiami suku tertua didunia yang bernama Suku To Pongko, namun nama suku ini tidak lagi berhasil diidentifikasi oleh peneliti sejarah maupun sumber sejarah.

Dari To Pongko lahir 2 (dua) anak suku, yakni To Liu (Lowland) dan To Riu (Highland) antara 2.500 hingga 2.000 tahun silam. Ke-2 nama anak suku ini juga tak dapat diidentifikasi oleh peneliti sejarah maupun sumber sejarah, tetapi masih dapat diidentifikasi melalui Epos La Galigo dengan term (istilah) yang berbeda.

Dari Buku ‘Republik Indonesia’, Propinsi Sulawesi bertarikh tahun 1951 dan Hasil penelusuran Peta Sulawesi Selatan tidak diketahui adanya Pulau Pongko di sebelah selatan, kecuali Pongkor di Bali atau juga Pongkor di Sunda. Adapun kata “PONGKO” di Pulau Sulawesi ini tersebar dari Selatan hingga ke Utara, bahkan sampai ke Filipina Selatan.

Kata SALU biasanya digunakan untuk menamai gunung, sungai, dan toponim geografis lainnya, namun tak satupun yang menggunakannya untuk nama Pulau di sebelah Selatan.

Ternyata Pulau Pongko di Tahun 2017 adanya di sebelah Utara yakni kabupaten Tojo Una-una yang di huni oleh Sebagian Besar Suku Bare’E (Suku BareE) sampai dengan turunnya To Manuru Talamoa (Ta Lamoa) di daerah Mawomba di Daratan Tojo.

Perkawinan Batara Guru (La Toge’ Langi’) dengan We Nyili’ Timo dianggap sebagai lambang reunifikasi (penyatuan kembali) 2 (dua) keluarga besar dari suku To Riu (WAWENRIU) dengan suku To Liu atau LUWU atau KERAJAAN LUWU yang berasal dari satu nenek moyang TO PONGKO, yang lama terpisah dan tercerai berai akibat diaspora (penyebaran penduduk/keturunan).

.

.

KORONTOMASA IBUKOTA LANDSCHAP LAGE ADALAH WILAYAH SUKU BAREE

.

.

Orang desa Pamona berasal dari 7 Wilayah termasuk luwu atau disebut to luwu,
Sedangkan BareE itu sewaktu kerajaan tojo belum ada, wilayahnya suku bareE adalah dari Wilayah Sausu, To Lage sampai ke perbatasan tojo dengan to ampana.
Karena dilihat dari sejarahnya To lage itu berasal dari 10 orang bone yang menamakan diri mereka to lage dan mendirikan kota Korontomasa, dan ketika Tahun 1770 kerajaan tojo didirikan oleh sepupu raja bone pilewiti , dan kemudian masyarakat to lage tersebut langsung menyatakan diri bergabung dengan kerajaan tojo.

@KAK day_

.

.

PENDUDUK ASLI KERAJAAN LUWU

.

.

Penduduk Asli yang tinggal Di Wilayah kerajaan Luwu terdiri dari beberapa suku-suku yaitu:

(1) Suku Bugis,

(2) Suku Toraja,

(3) Suku Torongkong,

(4) Suku Bela,

(5) Suku ,

(6) Suku Tolaki Mekongga, dan

(7) Suku Bajo (Bajau).

Tiap suku suku itu, mempunyai bahasa sendiri, yaitu : Bahasa Bugis, Bahasa Toraja, Bahasa To Rongkong, Bahasa Bela, Bahasa To Lampu ( dekat Bahasa Ta’a ), dan Bahasa Tolaki Mekongga.

Peta-Suku-Indonesia-Museum

SUKU BARE’E YAITU SUKU YANG BERBAHASA BARE’E

Dalam Genealogy (silsilah) Bahasa Austronesia terungkap dari hasil akulturasi penutur Bahasa TAE dan Bahasa Bare’E, maka lahirlah bahasa Makassar, Bahasa Makassar melahirkan bahasa Wolio, dan bahasa Wolio melahirkan Bahasa BUGIS dan Bahasa MANDAR.

TO MANURU (TO MANURUNG ; BUGIS MAKASSAR)

To Manuru adalah Orang yang baru turun dari langit atau Orang yang tidak diketahui asal usulnya yang kepintarannya melebihi kepintaran Manusia Biasa.

Proses penamaan nama-nama To Manuru di Pulau Sulawesi ini dipengaruhi oleh Suku Bare’E (Suku Baree) , YAITU ADA KATA RI PADA NAMA-NAMA TO MANURU DI PULAU SULAWESI, yang mana RI dalam Bahasa Baree disini artinya adalah untuk menunjukkan sesuatu, SEMENTARA KALAU KITA PERHATIKAN BAHASA BUGIS KHUSUSNYA DI BONE, TIDAK ADA DITEMUKAN KATA-KATA RI PADA BAHASA BUGIS BONE DEMIKIAN JUGA PADA BAHASA BUGIS MANAPUN DAN JUGA BAHASA-BAHASA DI DUNIA TIDAK ADA YANG MENGGUNAKAN KATA RI, YANG MANA KATA RI DI BAGIAN SELATAN PULAU SULAWESI JUGA ARTI KATA RI NYA YAITU DARI BAHASA SUKU BARE’E YANG BERASAL DARI DARATAN TOJO, yang mana RI dalam Bahasa BareE disini artinya adalah untuk menunjukkan sesuatu.

Dan Orang pertama bugis bone yaitu Mata silompoe dinamakan oleh orang-orang yang menyaksikan kesaktiannya pada saat itu berada di matajang menamakan dia To ManurungE RI Matajang atau kalau diartikan kedalam bahasa bare’E nama orang pertama bugis bone tersebut berarti orang dari langit yang turun di matajang.

Dan orang-orang yang menamakan To ManurungE ri Matajang Mata Silompoe tersebut sudah lebih duluan ada daripada orang pertama bugis bone Mata SilompoE dan orang-orang yang menamakan To Manurunge ri Matajang tersebut adalah ORANG SUKU BAREE (SUKU BARE’E).

DI WILAYAH DARATAN TOJO BANYAK SUKU BAREE YANG MENGGUNAKAN KATA-KATA RI PADA BAHASA BAREE,
RI YAITU UNTUK MENUNJUKKAN TEMPAT SEPERTI RI BANUA = DI RUMAH , RI SE’I = DI SINI, RI AMPANA = DI AMPANA, DAN LAIN-LAIN.

KALAU ANDA TIDAK PERCAYA SILAHKAN KE MAWOMBA DAN DAERAH DARATAN TOJO , DIWILAYAH TENGAH PULAU SULAWESI….!!!!

NAMA-NAMA TO MANURU :

  1. Matasilompoe Manurungnge ri Matajang – Bone
  2. Talamoa ( Ta Lamoa ) -To Lamoa ri Mawomba
  3. Simpurusiang – Manurungnge Luwu
  4. La Dewata – Manurunge ri Babauwae/Marellu Watu, Bone (sekitar sungai wae lennaE/WalanaE)
  5. Manurunge ri Bulu Lowa (Sidenreng, besan 8-9)
  6. La Bangenge Manurunge ri Bacukiki (Pare2)
  7. We Tipulinge Manurunge ri Akkajang Tompoe Lawarang parang / Manurunge ri Suppa
  8. Manurunge ri Akkajang Tompoe ri Lurae Marajae Sawitto (Pinrang)
  9. Manurunge Maddeppae ri Awo Perring Sawitto (8-9 suami istri orang tua Addatuang Sawitto 1)
  10. La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili (Soppeng riaja)
  11. We Temmapuppu Manurunge ri Goarie (Soppeng rilau 10-11 suami istri)
  12. Manurunge ri Lamuru (Lamuru Bone)
  13. Simpurusiang Manurunge ri Cina (Pammana)
  14. Karaeng Bainea Manurung ri Gowa (Gowa)
  15. Manurung ri Buatana (Sinjai?)
  16. Manurung ri Tanralili (Maros)
  17. Manurung ri Toro (Bone istri nomor 1)
  18. Manurung ri Mampu (Bone)
  19. Manurung ri Gattungeng Cinnong (Bone)
  20. La Pariba Tomanurung ri Matajang Matakali (Enrekang)
  21. La Taupakka Tomanurung ri Pasang (Enrekang)
  22. Tomanurung ri Lembuang (Maiwa)
  23. La Macelling Tomanurung ri Kaluppang (Enrekang)
  24. Tomanurung ri Palipada (Enrekang)
  25. Tomanurung Wellang ri Langi (Enrekang)
  26. Manurungnge ri Cempalagiang/awangpone
  27. Manurungnge ri Tondong (sinjai)
  28. Manurungnge ri Lamatti (sinjai)
  29. Pong ri Gadang Manurung ri Mandar
  30. MAnurungnge ri Cinna (Bone)
  31. Manurungnge ri pattanempunga otting (tambahan dari Andys Ogi)
  32. Toalu’ Daeng Taba Tumanurung ri Arungkeke (wanita)
  33. Tumanurung ri Layuk(wanita),,turun d’daerah binamu
  34. Tumanurung ri bangkala (wanita) yg bernama banrimanurung…(tambahan dari Ansyari Arafat Thalib)
  35. Manurunge ri Masisi
  36. Manurunge ri Bukasi
  37. La Tappa Uleng Manurunge ri Singaja
  38. I Benrigau Manurunge ri Pasokkoleng (nomor 36-37 suami istri)
  39. Tomanurung ri Padakkalawa (Besan 36-37)
  40. To Manurung Kadokkong I lambeqsusu
  41. To manurung Talibanangbulawang
  42. To Manurung Simpojalangiq
  43. To manurung Ri Wallapana awoe ( Sawitto)
  44. To Manurung ri Campa (Mandar)
  45. To Manurung Bongkoungu ri Alitta (Pinrang)

….

….

KERAJAAN BONE (Akkarungeng ri Bone)

Kerajaan Bone terletak berdekatan dengan Kerajaan Luwu dan Merupakan kerajaan yang terletak di
Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Propinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.

Terbentuknya kerajaan Bone yaitu di Tahun 1330 yang dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa.

Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga.

Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat keberaniannya.
Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang berkedudukan di Cenrana, muara sungai WalennaE. Dan di Tahun 1490 terjadi perang antara Arumpone La Tenrisukki Mappajunge dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi, yaitu bahwa Kerajaan Bone dan Kerajaan Luwu itu bersaudara.

.

.

—-====—-

3. SUKU BARE’E BERASAL DARI KISAH SEJARAH KERAJAAN TOJO

—-====—-

.

.

Dan Ketika Kerajaan Bone memerintah diantara tahun 1749-1775 dengan Raja Bone saat itu yang bernama La Temmassonge, di tahun tersebut Kerajaan Ternate melakukan invasi di Daratan Tojo, sehingga terjadi konflik 4 Suku Etnis Bare’E ( Baree ) didaerah Tana Bare’e mengenai siapa yang akan memimpin Tana Bare’E.

Pada awalnya di Tana Bare’e dikuasai oleh 4 kelompok besar dari Suku Bare’e dan diantara ke-empat kelompok besar tersebut sering terjadi Peperangan dan pembunuhan, sampai suatu ketika terjadi invasi Kerajaan Ternate di Tana Bare’e sehingga ke-empat kelompok besar dari Suku Bare’e tersebut yang kemudian disebut Tinja Pata Sulapa bermusyawarah, tetapi tidak mendapatkan penyelesaiannya, Tinja Pata Sulapa (Bare’e, Tiang Empat Sudut) adalah Empat penguasa di wilayah Sausu sampai Tanjung Pati-pati.

Peperangan dan pembunuhan pun kembali terjadi antara 4 kelompok Suku Bare’e tersebut, sampai suatu ketika ada seorang lelaki tampan bernama Talamoa yang berasal dari Mawomba dan Masyarakat Bare’e menjulukinya To Lamoa.

Dan sejak tahun 1770 Masehi, Suku Bare’E (Suku BareE) merasa terlindungi dari segala macam bahaya dan ancaman dari suku-suku lain dari seluruh dunia dan Ta Lamoa (Bare’E, To Manuru) sudah memilih pelindung yang tepat yaitu Kerajaan Tojo yang kekuasaan Kerajaan Tojo tersebut dimulai sejak tahun 1770 dimana KEDAMAIAN tercipta diseluruh wilayah Daratan Tojo yang dihuni sebagian besar Suku Bare’E (Suku BareE).

KERAJAAN TOJO DAN SUKU BARE’E (SUKU BAREE)

Berdasarkan Buku Sejarah Tojo Una-Una karangan Drs. Hasan, M.Hum, Tojo berasal dari kata “Matojo” yang berarti kuat, dalam versi ini orang berdasar pada argumentasi awal sejarah terbentuknya Tojo, bermula dari penjemputan bakal raja Pileviti ( Pilewiti ) oleh To Manuru (Orang Dari Langit atau Bahasa BareE-NYA To Lamoa) “Talamoa” dari Tojo menuju Kerajaan Bone karena terjadi konflik Suku-Suku Etnis Bare’E ( BareE ) didaerah Tana Bare’E.

TALAMOA ADALAH TO LAMOA YANG TURUN DARI LANGIT UNTUK MENDIRIKAN KERAJAAN TOJO DENGAN RAJA TOJO PERTAMA MEMPUNYAI JULUKAN PILEWITI

Penduduk Tana Bare’E didaerah Mawomba pada waktu itu gempar karena kedatangan seorang pemuda tampan dan sakti yang tidak diketahui asal usulnya, sehingga mereka menjulukinya To lamoa.

Dalam Bahasa Bare’E nya To lamoa terjemahannya orang dari Langit atau orang yang tidak diketahui asal usulnya.

Syair Tentang Kesaktian Ta Lamoa dibuktikan dengan Kayori berikut ini :

” Pindongo i Talamoa be mayoa posumomba, tabako tendea ndola kuasa pue lamoa. “

Ternyata Talamoa (Ta Lamoa) turun dari langit untuk menyelesaikan konflik Suku-Suku Etnis Bare’E ( Baree ) yang ada di Daratan Tojo, tetapi ternyata Talamoa (Ta Lamoa) tidak mampu untuk menyelesaikan konflik tersebut, dan kemudian Talamoa mendapatkan firasat untuk mencari orang yang bernama Pileviti ( Pilewiti ) di Kerajaan Bone yang ciri-ciri Pileviti tersebut Kedua Telapak Kakinya Menghadap Langit.

Sesampainya Di Kerajaan Bone, Talamoa kemudian menghadap Raja Bone La Temmassonge dan menyampaikan maksud kedatangannya Ke Kerajaan Bone untuk mencari orang yang bernama Pileviti ( Pilewiti ) yang ternyata sedang menangkap ikan di Parigi.

Raja Bone sangat mengagumi kehebatan Talamoa, ia minta kepada Talamoa sebelum kembali ke Daratan Tojo untuk menjemput sepupunya Pileviti ( Pilewiti ) di Pombalowo Parigi guna menjadi Raja di Kerajaan Tojo, Talamoa pun menancapkan sejenis pedang saktinya di depan dan dibelakang halaman istana Raja Bone sebagai tanda mata, Setelah itu dicabut terpancarlah air. Hingga kini mata air itu masih mengalir dan digunakan oleh keturunan Raja Bone.

Dan Dihadapan para pembesar dan rakyat kerajaan Bone, Raja Bone La Temmassonge mengumumkan bahwa Pileviti menjadi Raja di Kerajaan Tojo dan menyerahkan 2 biji pohon lontar serta 2 biji kurma ditanam di halaman kerajaan Tojo dan sejak saat itu Kerajaan Tojo disebut juga Bone Caddi atau Bone Kecil, dan Kerajaan Tojo bagi Orang Suku BareE disebut Bone Lompo karena Kerajaan Tojo dan Kerajaan Bone adalah BERSAUDARA.

PERJALANAN KEMBALI KE DARATAN TOJO

Dikisahkan dalam perjalanan dari Pombalowo Parigi menuju Daratan Tojo Setelah Talamoa mendapatkan Pileviti sekitar tahun 1749 bersama sisa rombongannya yang kurang dari 40 orang Suku Bare’E yang terdiri dari golongan bangsawan dan budak dari Wilayah kerajaan Bone dengan menggunakan perahu Sampan Batang.

Ringkas cerita di dalam perjalanan terjadi dialog dan tanya jawab antara Talamoa dengan Pileviti yang menanyakan semua sungai yang dilewati dari Sausu sampai dengan Tanjung Pati-Pati yang pada akhirnya Pileviti menunjuk sungai Tojo sebagai tempat untuk didiami, karena menurut beliau tempat tersebut (Tojo) adalah yang terbaik dari semua yang dilewatinya dari Sausu hingga Pati-Pati sehingga Tojo ditetapkan sebagai pusat kerajaan dan mempersatukan Suku-Suku Etnis Bare’E yang ada di Tana Bare’E sehingga warga masyarakat Suku-Suku Etnis Bare’E tersebut bersatu dan menikah dengan sisa rombongan yang kurang dari 40 orang Suku Bare’E dari Wilayah kerajaan Bone.

Dari cerita singkat inilah menggambarkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya wilayah kekuasaan kerajaan Tojo mulai dari Pati-Pati sampai dengan Pandiri (Korontomasa) dan Sausu dan sekarang dihuni oleh sebagian besar Suku Bare’E.

Jadi jelas sudah bahwa Suku Bare’E amat dekat hubungan kekerabatannya dengan Suku Bugis Bone, karena Kerajaan Bone bersaudara dengan Kerajaan Tojo yang mana Kerajaan Tojo disebut juga dengan nama Bone Caddi.

DI DARATAN TOJO YANG SEKARANG, MAYORITAS DIHUNI OLEH SUKU BARE’E DAN SUKU BAREE TA’A, yaitu :
– Suku Bare’E, berbahasa Bare’E dan asalnya di seluruh daratan Tojo, Suku Bare’E adalah suku asli daratan tojo yang berasal dari To Manuru Bare’E TALAMOA (KEPALA SUKU BARE’E DARI MAWOMBA, TOJO BARAT), dan
– Suku BareE Ta’a, berbahasa Ta’a, dan asalnya di pedalaman wana dan pinggiran ampana kota, melahirkan suku Ta’a, Ampana, Wana, Lalaeo, Bau, dan Tora’u.

WILAYAH SUKU BARE’E DAN SUKU TA’A

HIDAYAT MUSLAINI :
“Setiap daerah harus punya bahasa daerah, dan itu dari Wilayah Sausu, Poso, Tojo, sampai Tanjung Pati-pati adalah berbahasa Bare’E, otomatis dia Suku Bare’E,
Cuma yang diwilayah Puumboto, Rato, dan Perbatasan Salu Moge itu Berbahasa Ta’a, Otomatis dia Suku BareE Ta’a.
Dan Kalo dari Baju Adat poso dan Rumah Adat poso sudah pasti itu ada semua di daerah Suku BareE Ta’a termasuk Wilayah Lore Besoa, dan kalo kota tentena bersuku Bare’E itu karena Kota Tentena bukan di wilayah Suku BareE karena bukan diwilayah Suku Ta’a (BareE TaA) yaitu dari Rato dan Tanjung Api !!!!
Jadi Jika Daratan Tojo sudah diwilayah Sulawesi Timur, Kesimpulan Saya, Kabupaten Poso memiliki dua suku, yaitu Perbatasan Parigi, Kota Poso, dan Lage itu Suku Bare’E, karena berbahasa Bare’E,
dan Rato, Puumboto, sampai perbatasan Salu Moge itu Suku Ta’a (BareE TaA) karena Berbahasa Ta’a (BareE TaA).“

APA ITU SUKU BARE’E (SUKU BAREE) ???

SUKU BARE’E (SUKU BAREE) HANYA TERDIRI DARI SATU SUKU YAITU SUKU BAREE TETAPI MEMILIKI SUB. SUKU YANG MENEMPATI WILAYAH DARATAN TOJO DAN SEBAGIAN KECIL PULAU UNA-UNA DAN KEPULAUAN TOGEAN.

Adapun hasil perkawinan antara suku Bare’E dengan orang suku lain di Indonesia adalah seperti suku bugis yaitu menghasilkan suku bare’e bugis, suku bare’e betawi, suku bare’e kaili, suku baree jawa, dst dan harus mengutamakan suku bare’e dibanding nama suku lain walaupun yang suku bare’e adalah dari pihak perempuan, sedangkan perkawinan suku baree dengan suku baree tetap di sebut suku bare’e.

BUKTI SAUSU, POSO, DAN TOJO ITU SUKU BARE’E DAN BERBAHASA BARE’E

MASIH DARI BUKU CATATAN BELANDA :
goed verstond. De antwoorden begreep ik meestal niet, omdat mijne ooren nog niet aan de taal gewend zijn, en mijn woordenschat nog niet voldoende is, om alles te verstaan. Men had er blijkbaar schik in, dat ik hunne taal kende. Ik nam mij voor, in de volgende plaatsen ook naar de taal onderzoek te doen. Het resultaat van dit onderzoek is, dat men te Kasimbar, Parigi,
(1) Een gesprek te voeren. Red.

Saoesoe, Poso en Todjo dialecten spreekt, die zeer nauw met elkander samenhangen, zóó nauw, dat, als men in eene der andere streken Pososch spreekt, men dit goed verstaat (Het Pososch en het Todjosch verschillen slechts in enkele woorden van elkander). Dit is van groote beteekenis bij eene eventueele uitbreiding der zendingposten in de Bocht. Maleisch…dst

Artinya :
dipahami dengan baik. Saya biasanya tidak mengerti jawabannya, karena telinga saya belum terbiasa dengan bahasa, dan kosakata saya belum cukup untuk memahami segalanya. Rupanya, saya sepertinya tahu bahwa saya tahu bahasa mereka. Saya memutuskan untuk melakukan penelitian bahasa di tempat-tempat berikut. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa satu di Kasimbar, Parigi,
(1) Untuk melakukan percakapan. Merah.

Sosis Sausu, Poso dan Todjo, yang sangat terkait erat satu sama lain, begitu dekat sehingga, jika seseorang berbicara Pososch di salah satu wilayah lain, orang memahami ini dengan baik (The Pososch dan Todjosh hanya berbeda dalam beberapa kata dari satu sama lain). Ini sangat penting dalam hal kemungkinan perluasan misi dalam Bight. Bahasa Melayu…..dst ”

#kakday : ” Jadi Bacalah ‘Sausu, Poso dan Todjo’, yang sangat terkait erat satu sama lain, begitu dekat sehingga, jika seseorang berbicara Pososch di salah satu wilayah lain, orang memahami ini dengan baik (The Pososch dan Todjosh hanya berbeda dalam beberapa kata dari satu sama lain). , itu terbukti apalagi bahasa bare’E pada tahun 1890-an tersebut di POSO dan di TOJO hanya berbeda dalam beberapa kata dan mereka semua adalah SUKU BARE’E, SIVIA PATUJU, SINTUWU MAROSO !!!! ”

ADA PENGUATAN BUKTI BAHWA SUKU BARE’E ITU BENAR ADANYA DI SAUSU, POSO, DAN TOJO…., KARENA ADA MAKSUD “MISI” DIBALIK TEMUAN ITU!!!!

#kakday :

BACALAH : “…als men in eene der andere streken Pososch spreekt, men dit goed verstaat (Het Pososch en het Todjosch verschillen slechts in enkele woorden van elkander). Dit is van groote beteekenis bij eene eventueele uitbreiding der zendingposten in de Bocht.

ARTINYA :

“…orang memahami ini dengan baik (The Pososch dan Todjosh hanya berbeda dalam beberapa kata dari satu sama lain). Ini sangat penting dalam hal kemungkinan perluasan misi (teology : zeendingposten : Wilayah kekristenan) di Wilayah Teluk Tomini (Boscht).” !!!! Dan itu merupakan Kelemahan dari Warga Masyarakat Suku Bare’E saat itu….!!! ”

HIDAYAT MUSLAINI (KAK DAY) : “BAHKAN KEPULAUAN TOGIAN PUN BERBAHASA BARE’E!!!!”

DARI BUKU CATATAN BELANDA
.
” MEDEDEELINGEN
VAN WEGE HET
NEDERLANDSE ZENDELINGGENOOTSCHAP;
bijdragen tot de kennis der zending en der taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch Indië.
1892 “.

KOMUNIKASI
DARI JALANNYA
ENGINEER TRANSMISI BELANDA;
berkontribusi pada pengetahuan misi dan linguistik, tanah dan etnologi Hindia Belanda.

TERBUKTI BAHWA BAHASA DI POSO DAN DI TOJO ADALAH MEMILIKI SATU BAHASA,
INI TULISANNYA :

eene wijze waarop men den ziekteduivel bant; inogantji, mogasi = tollen). In woorden als iroe en igoe = houten lepel om rijst te scheppen, zien wij, dat de g wel in de plaats van de r treedt, terwijl omzettingen als engo en ongé — neus, kalewa en kawali (Maleisch klewang), ook voorkomen.

Het dialect van de Togian-eilanden vertoont nu eens meer overeenkomst met het Pososcli, dan weer met het Parigisch, terwijl ik tot nu toe in het Todjosch slechts kleine verschilpunten met het Pososch heb opgemerkt. De inlander zegt ook algemeen dat Todjo en Poso ééne taal hebben. (1)
Aan het strand bedient men zich van een patois uit allerlei dialecten samengesteld; men weet zelf niet van welk dialect dit of dat woord is. Kent men dit,….dst

Artinya :
cara di mana penyakit iblis dilarang; inogantji, mogasi = berputar). Dalam kata-kata seperti iroe dan igoe = sendok kayu untuk membuat nasi, kita melihat bahwa g itu mengambil tempat dari r, sementara konversi seperti engo dan unne-nose, kalewa dan kawali (Malayan klewang), juga terjadi.

Dialek Kepulauan Togian lebih mirip dengan Pososcli, kemudian ke Parigian,sedangkan saya sejauh ini hanya memperhatikan perbedaan kecil dengan Pososch di Todjosch. Penduduk asli juga mengatakan secara umum bahwa Todjo dan Poso memiliki satu bahasa. (1)
Di pantai Anda menggunakan patois yang terdiri dari semua jenis dialek; mereka tidak tahu sendiri dialek apa itu kata ini atau itu. Apakah ini diketahui,….dst.

Dan Hasil Dari Penelitian oleh Nicolaus Adriani dan rekannya Albertus Christiaan Kruyt tersebut menghasilkan Sebuah Buku yang Berjudul ” De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes “ atau arti dari buku tersebut yaitu Orang Toraja yang Berbahasa Bare’E di bagian Tengah Sulawesi.

And Results From Research by Nicolaus Adriani and colleague Albertus Christiaan Kruyt who produced a book titled “De Bare’e-sprekende Toradja van Midden-Celebes” or the meaning of the book is The Toraja People Speaks Bare’E Language in the Central part of Sulawesi.

De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes adalah sebuah buku yang dipublikasikan pada tahun 1912 oleh ahli bahasa dari Belanda, Nicolaus Adriani dan rekannya Albertus Christiaan Kruyt. Buku ini berfokus mengenai kehidupan Suku Toraja dan juga Dialek Bare’E yang ada di Sulawesi.
JADI DARI BUKU CATATAN BELANDA TERSEBUT BISA DITARIK KESIMPULAN BAHWA ” BAHASA DAERAH YANG DIPAKAI DI POSO DAN TOJO PADA TAHUN 1892 ADALAH BAHASA BAREE. “

.(#kakday)

SUKU TA’A

Karena Banyaknya kesamaan Bahasa Ta’a dengan Bahasa BareE maka Suku Ta’a tergolong juga Suku BareE.

Suku BareE Ta’a Asal usulnya berasal dari Pedalaman Ulubongka yaitu Uepakatu, Metopa, Kalintju, Tolalale, Talamawu, Toyapi (Topoyapi), Linte, Vatusongu dan Mire.

.

.

☆☆☆☆

WILAYAH KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E DI TANA BARE’E

☆☆☆☆

.

.

SUKU BARE’E DAN KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E :

SELAIN SUKU BARE’E SENDIRI YANG BERGAYA HIDUP LEBIH MODEREN DAN HIDUP MEMBAUR DENGAN SEMUA KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E, BANYAK JUGA DARI SUKU BARE’E HIDUP BERKELOMPOK DAN TERDIRI DARI KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E YANG MASING-MASING KELOMPOK SUKU BARE’E TERSEBUT MASIH BERPANDANGAN TRADISIONAL DAN MASIH TERIKAT OLEH ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA SESUAI KELOMPOK SUKU BARE’E NYA, DAN MEMILIKI CIRI-CIRI KHAS SECARA BAHASA, FISIK, PAKAIAN, DAN KEHIDUPAN YANG BERBEDA DIANTARA KELOMPOK-KELOMPOK TERSEBUT.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::

Kelompok-Kelompok Suku Bare’e masih hidup secara tradisional dan terikat oleh adat istiadat dan budaya nenek moyang Suku Bare’e dari jaman Suku To Pongko yang berbahasa bare’e, Tinja Pata Sulapa, Kerajaan Tojo, dan Suku Bare’e di Tahun 1951, sampai sekarang.

PEMBAGIAN WILAYAH-WILAYAH SUKU BARE’E DI TANA BARE’E YANG DIKUASAI OLEH KELOMPOK-KELOMPOK SUKU BARE’E DI WILAYAH KERAJAAN TOJO, ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

TO AMPANA, KELOMPOK SUKU BARE’E TO LALAEO, PARANAKA (ORANG TOJO), KELOMPOK SUKU BARE’E TO TORA’U, TAA, BONGKA, DAN KELOMPOK SUKU BARE’E TO WANA.

SAUSU, PAMONA, TO LAGE, KELOMPOK SUKU BARE’E TO ONDAE, KELOMPOK SUKU BARE’E TO PEBATO, TO PALANDE, TO BANCEA, TO PUUMBOTO, TO RATO, DAN TO RATO.

KETERANGAN :

1. ORANG SAUSU (ORANG SAUSU SUKU BARE’E, BAHASA BARE’E),

20200212_113051

Orang Sausu adalah berbahasa Bare’E karena itu tentu saja Sukunya adalah Suku Bare’E, Sausu asal kata dari bahasa bare’e yang artinya satu tulang rusuk (sausu ).
Adat dalam bahasa Sausu dengan istilah adat siompole yaitu dengan arti sembilan panggal.

2. TO PEBATO (SUKU BARE’E TO PEBATO, BAHASA BARE’E),

Di Wilayah yang ditempati oleh Suku To Pebato dulunya dihuni oleh Suku To Pajapi, Kelompok Suku Bare’E To Pebato adalah berbahasa Bare’E.

Screenshot_20200214-104023

3. TO TORA’U (TO TORA’OE DI TAHUN 1892) , riAnertje Tora’oe (Ngoedjoe ri Lemo), (SUKU BARE’E TO TORA’U, BAHASA BARE’E),

20200212_113954

Jika seseorang melewati Bombalo, seseorang memasuki daerah To Tora’oe, yang membentang sampai Oeë Koeli. Batang ini dinamai riAnertje Tora’oe (Ngoedjoe ri Lemo), yang jatuh tak jauh dari Cape Lemo ke laut. Dulu, pastilah ini adalah suku yang agak besar, yang tinggal di banyak desa melawan lereng pegunungan.

4. To Onda’E, (SUKU BARE’E TO ONDA’E, BAHASA BARE’E),

PhotoGrid_1581476725665

Suku tertua dari Etnis Bare’E adalah suku To Onda’e. Daerah mereka berada di lembah Sungai Posso dan di Sungai Laa.

5. TO LAGE, (SUKU BARE’E TO LAGE, BAHASA BARE’E),

20200212_114533

Di tepi timur Poso dari pantai setengah jalan ke Danau Poso hidup saat ini To Lage yang menurut Kruijt harus menjadi salah satu suku tertua di antara Kelompok Suku Bare’e.

To Lage tampaknya sangat mungkin bahwa suku tersebut telah datang dari selatan (Wilayah Suku Bugis).
Desa tertua To Lage tampaknya adalah Wawo Lage yang dianggap sebagai desa asal mereka. Itu terletak di Sungai Sinaolea di mana Sungai membuat tikungan tajam dari selatan ke barat. Sinaolea adalah anak sungai Tomasa, yang berubah menjadi airnya menjadi Sungai Poso.
Di sini, To Lage, bertarung dengan tetangga mereka, harus berkembang menjadi orang yang relatif kuat dan kuat. Pada akhir abad kesembilan belas ketika Belanda menjadi pengaruh di bagian Sulawesi, To Lage tinggal di sejumlah desa yang kuat.

6. TO LALAEO, (SUKU BARE’E TO LALAEO, BAHASA BARE’E),

20200212_113939

A.C.KRUYT : Banyak anggota suku To Lalaeo juga harus pindah ke tempat lain, mereka mengatakan untuk melarikan diri dari mengutak-atik Lariwoe, salah satu radja Tojo, Jadi banyak dari mereka telah menetap di Teluk Tolo, seperti di Tokala.”

(HIDAYAT MUSLAINI : ” Tokala, Teluk Tolo, Sekarang Masuk Wilayah Morowali.”)
Meskipun diasumsikan bahwa dari utara, area To Lalaeo hanya di Oeë Dele, penyelesaian pertama ini diperoleh; selanjutnya di Sandada dan akhirnya di lembah sungai Tojo jarak terakhir di atas desa Tojo. Kawasan itu, dua jam perjalanan dari pantai, menyandang nama Pinepasa dan berbatasan dengan kawasan hutan yang kasar, dimana sudah tidak memungkinkan lagi bagi orang untuk tinggal. Semua orang yang tinggal di sini, setelah kedatangan belanda, terpaksa tinggal di Sandada dan Oeë Dele di pantai, sehingga desa-desa besar tercipta di sana.

7. TO WANA,

~SUKU TA’A (BAHASA TAA, BARE’E TA’A),

(Masyarakat Yang Selalu Berpindah-pindah Tempat),

Screenshot_20200213-135443

Di negara pegunungan yang bergunung-gunung di hulu sungai Bongka, masih banyak masyarakat yang disebut To Wana, “boschmenschen.” Namun, mereka tidak lebih dari seperti orang Ampana, yang menolak semua peraturan dan paksaan di pegunungan. Sekarang mereka mendekati pantai Teluk Tolo dan kemudian mereka harus menyerahkan kepada Pemerintah Kolono Dale (dahulu ke Radja Toboengkoe), sekali lagi mereka telah hilang di hutan mereka, untuk menunjukkan waktu di daerah Posso (sebelumnya di Raja Todjo).

8. T o B a o e,

~SUKU BARE’E To Bau (BAHASA BARE’E),

(Suku To Bau Di Lipu Kamudo)

Screenshot_20200212-172013

Ketika orang biasa bepergian dari Oeë Koeli ke Teluk Mori, mereka tiba di sebuah desa kecil, Kamoedo (Lipu kamudo sekarang bernama dusun gandalari di Kelurahan korondoda perbatasan ulubongka dan kecamatan tojo), setelah satu jam mendaki yang baik. Di desa ini dan di beberapa dusun di daerah sekitarnya, kelebihan suku sebelumnya yang sangat kuat dari To Baoe ditemukan. Di masa lalu mereka tinggal lebih jauh ke pedalaman.

9. TO AMPANA,

~SUKU TA’A (BAHASA TAA, BARE’E TA’A),

20200212_172656

AMPANA DI TAHUN 1906 (hasil penelitian ALBERTUS CHRISTIAN KRUYT)

Pada tahun 1906 mereka menghitung lebih dari 5.000 jiwa di daerah ini, namun sejak beberapa dari mereka, kehidupan biasa yang lelah, telah memasuki hutan. Mereka menjual resin mereka melalui perantara sesama suku mereka. Patroli, yang menyiarkan, tidak pernah bisa menemukan tempat di mana mereka berhenti.

Ini Untuk Ampana ada di sini kepala umum, yang mengenakan gelar bulu, yang martabatnya ditetapkan oleh Raja Tojo. Pejabat sekarang adalah satu. wanita.

10. To Puumboto,

~SUKU BARE’E TO PUUMBOTO (BAHASA BARE’E),

20200212_112412

To Ampana telah mengambil nama mereka dari sebuah sungai kecil yang mengalir ke laut antara Rato dan Tandjoeng Api.
Penyangkalan tersebut ada di To Ampana t a a.

Dialek b a r e’e sangat mirip dengan yang diucapkan di Poe’oemBoto di sisi selatan Danau.

Itu karena sewaktu Tinja Pata Sulapa memimpin Tana Bare’e, Wilayah To Puumboto dipimpin oleh Datu Ndoimpapo (Datu Kandela) dari To rato Bongka mewakili Suku Bare’E dari wilayah Rato sampai Bongka.

11. TO BANCEA (TO BANTJEA ATAU TO BINOWI),

~SUKU BARE’E TO BANCEA (BAHASA BARE’E),

Screenshot_20200212-180953

To Bantjea, dinamai seperti desa suku mereka, terletak di salah satu tanjung Danau di pantai barat Danau Posso. Suku kecil ini dulunya memiliki pemukiman terutama di dataran Pandjo dan Saloe Kaia. Mereka sudah mengundurkan diri dari sungai yang terakhir sebelum Pemerintah datang ke sini, karena gangguan yang disebabkan oleh mereka oleh To Bada.

12. TO PALANDE (SUKU BARE’E TO PALANDE, BAHASA BARE’E),

Screenshot_20200216-210231

To Palande adalah suku pada awal abad ini, terutama diduduki oleh kabupaten pegunungan yang terletak antara bagian selatan Danau Poso di barat dan Lembah Masewe di timur.

13. TO RATO (ORANG TO RATO, TO RATO BONGKA, DARI TO RATO SAMPAI BONGKA),

~SUKU TA’A (BAHASA TAA, BARE’E TA’A),

~SUKU TORAJA (SUKU TORAJA YANG TINGGAL DI WILAYAH RATO MAYORITAS BERAGAMA KRISTEN),

Di sebelah Timur Leboni ada lembah kecil yang disebut Rato, dengan penampilan yang sama dengan Leboni dan Bada dan banyak lembah lembah lainnya di Sulawesi Tengah. Lembah ini tidak jauh dari daerah yang dikeringkan oleh Koro dan tri-butarisnya, lebih dekat dengan Kalaena.
Penduduk Rato berbicara, menurut. N. Adriani, seperti yang disebutkan sebelumnya, bahasa yang sama dengan To Leboni. Namun, karena beberapa alasan, saya pikir kemungkinan besar tidak sama persis dengan bahasa Leboni, tetapi berbeda darinya setidaknya sebagai dialek.

Screenshot_20200325-135143

Hampir semua To Rato berbicara Bare’e.
Mereka adalah orang-orang kecil, yang juga dihancurkan oleh cacar pada tahun 1908. Mereka menyebut desa kecil yang tidak mencolok, Pongkelo *) (‘iming-iming’), di mana orang-orang berkumpul hanya pada saat perayaan pengorbanan; sisa waktu orang hidup tersebar di sawah. »•

Kruijt mengatakan dengan tegas bahwa To Rato adalah cabang dari Saadang Toradja yang menduduki SW. ‘Bagian dari Celebes Tengah, di mana sebagai ko-operatornya dalam pekerjaan > De Bare’e-Speaking Toradja’s »class mereka sebagai Toradja Timur.

14. ORANG BONGKA,

~SUKU TA’A (BAHASA TAA, BARE’E TA’A),

Jauh di sebelah timur Tandjoeng Api tampaknya ada beberapa koloni Suku Taa di pantai. Di distrik gunung di pedalaman NE. Semenanjung di sana dikatakan tinggal beberapa penduduk asli • suku taa. Di sekeliling sumber Bongka kami menemukan beberapa penduduk asli bernama To Wana yang berarti dalam bahasa bare’e»para lelaki hutan. Ini bukan suku khusus, hanya beberapa suku taa yang tersebar di hutan pegunungan.

Screenshot_20200325-150900

Suku Taa dari Wilayah Bongka telah mendirikan Kota To Ampana diwilayah yang dulunya dihuni oleh Suku Bare’e. Mereka berkumpul bersama di desa mereka Bongka Soa (‘Bongka kosong’), di tepi kiri Bongka, di Bintori, Karato ngKangaanga, Kaxupa (“tempat kutu”), semuanya di tepi kanan, dan di Bone Bae (“negara besar”), di tepi kiri. Tetapi sejak kedatangan belanda, bosan dengan kehidupan biasa, mereka telah memasuki hutan.

Adiiani dan Kruijt menggolongkan To Ampana di antara Bare-e Toradja, tetapi mereka menyebutkan bahwa ada kekhasan tertentu di mana bahasa mereka berbeda dari gen Bare-e pada saat yang sama karena dalam beberapa titik itu sesuai dengan bahasa To Poeoe mBoto.

15. PARANAKA (ORANG TOJO), (SUKU BARE’E, BAHASA BARE’E)

Suku Tojo dan TO TOJO itu tidak ada, yang ada hanya Orang Tojo yang disebut dalam Bahasa BareE adalah Paranaka,

15672_10

Orang Tojo atau disebut PARANAKA menurut Hidayat Muslaini adalah Orang Suku BareE yang berasal dan lahir di Tojo dan kawin dengan Orang dari Suku Bugis,
Orang Belanda Menyebut Mereka De Todjoërs atau Orang Tojo.

PhotoGrid_1581163462355

Pada Buku Sejarah Tojo Una-una, Hasan M.hum, hal 128-130, Suku Bare’e adalah :

suku_baree

BAHASA  DARI DESA PAMONA (SUKU TO LAMPU)

Bahasa Suku to lampu kebih dekat ke bahasa Ta’a …..dst baca sumbernya :

Sebab Menurut A.C.KRUYT Bahasa di Puumboto sama seperti di Ampana yaitu menggunakan Bahasa Ta’A atau biasa disebut juga Bahasa di Poso sama seperti di Tojo atau biasa disebut juga Bahasa BareE (Bare’E).
.
Kesimpulannya :
Bahasa Ta’A dipakai oleh Suku Ta’A (BareE TaA),
Bahasa BareE dipakai oleh Suku Bare’E.
Contoh Bahasanya :
–Laki-laki Bahasa To Lampu dan Bahasa TaA -nya adalah TUAMA, dan Bahasa Bare’E -nya LANGKAI,
–Perempuan Bahasa To Lampu dan Bahasa TaA -nya adalah WE’A, dan Bahasa Bare’E -nya VE’A.

ASAL USUL SUKU BAREE TA’A AMPANA (TOJO UNA-UNA) DAN HUBUNGANNYA DENGAN BAHASA DI PUUMBOTO TENTENA

ORANG AMPANA ADA 2 SUKU, YAITU SUKU BAREE YANG ASALNYA DARI MAWOMBA, DAN SUKU BAREE TA’A, YANG ASAL USUL ORANG AMPANA YANG SUKU BAREE TA’A ADALAH :

” Ampana telah mengambil nama mereka dari sebuah sungai kecil yang mengalir ke laut antara Rato dan Tandjoeng Api.
Penyangkalan tersebut ada di To Ampana t a a. Dialek b a r e’e sangat mirip dengan yang diucapkan di Poe’oemBoto di sisi selatan Danau.

TAHUN 1928 ADALAH TAHUN KELAHIRAN AMPANA KOTA (BERKAT TANDJUMBULU DAN SUKU BAREE TA’A)

KEPINDAHAN IBUKOTA KERAJAAN TOJO DARI TOJO KE AMPANA DI TAHUN 1928,
ADALAH BERKAT TANDJUMBULU RAJA TOJO SAAT ITU BEKERJASAMA DENGAN PIHAK VOC KARENA MELIHAT MIGRASI BESAR-BESARAN SUKU BAREE TA’A (SUB ETNIS LALAEO DAN TO RAU; ditinjau dari SEGI BAHASA LALAEO DAN TO RAU ADALAH SUKU BAREE TA’A) DAN SUKU BARE’E.

BAHKAN SUKU BAREE TA’A YANG DARI ULUBONGKA SAMPAI 2 KALI MELAKUKAN MIGRASI KE AMPANA KOTA, YAITU TAHUN 1902 DAN 1910. .#44

video sejarah laolita kerajaan tojo https://youtu.be/-C0ZShwCM2s
PAMONA DI JADIKAN SUKU DI JAMAN INDONESIA SETELAH MERDEKA TANPA MENGAJAK BERUNDING KERAJAAN TOJO !!!!
@S3K2 – GRUP SEJARAH
sumber :
BARE’E-STAMMEN adalah suku bare’e, suku bare’e adalah suku asli penduduk asli di poso-tojo, suku bare’e punya wilayah yaitu seluruh tanah poso dan tojo, suku bare’e bukan dorp pamona ataupun to lampu wotu ( bare’e, bare’e-stammen / poso – tojo grup) https://sukubaree.weebly.com/suku-baree.html
WEST TORADJA ADALAH SUKU KAILI (TORADJA K-P),
EAST TORADJA ADALAH SUKU BARE’E (TORADJA P-T),
dan orang yang beragama kristen harus ikut petunjuk batu watu mpogaa yaitu To Lampu, To Lompoe yang berasal dari Wotu, Luwu timur.
SEMUA CATATAN BELANDA MENYEBUTKAN PAMONA ADALAH NAMA DESA ATAU DORP YAITU DORP PAMONA, DAN DORP PAMONA SUDAH TERJADI WATU MPOGAA
Dorp Pamona adalah nama sebuah desa pamona, karena dorp adalah desa.
.
.
Dan dari Dorp Pamona terjadi Watu Mpogaa setelah itu ke wilayah wotu luwu timur sulawesi selatan dan Penduduk Dorp Pamona menjadi To Lampoe, To Lampu, To Lompoe, dan juga To Tawaelia atau To Sedoa di wilayah Lore, jadi dorp pamona tidak pernah menjadi To Pamona tetapi Dorp Pamona (Watu Mpogaa) menjadi To Lampoe, To Lampu, To Lompoe, dan juga To Tawaelia atau To Sedoa di wilayah Lore,
Jadi Pamona bukan nama suku, tetapi pamona adalah nama suatu desa yang bernama desa pamona yang setelah terjadi peristiwa watu mpogaa maka penduduk desa tersebut berimigrasi ke wilayah wotu luwu timur, dan penduduk dari desa pamona watu mpogaa tersebut diberinama To Lampu (To Lampoe atau To Lompoe), bukti Pamona adalah nama desa, yaitu… coba dilihat di
BUKU DE BARE’E A.C. KRUYT bagian pertama (eerste deel) : https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A , dan suatu saat pejabat dari kantor Duta besar Belanda untuk Indonesia , pihak Pamona, pemerintah Indonesia, dan Kerajaan Tojo akan duduk satu meja MAHKAMAH KONSTITUSI untuk mempertanggung jawabkan Semua Buku Sejarah dan Dokumen selama Belanda menjajah Indonesia dan menjelaskan apakah itu DORP PAMONA, dan kemudian Dubes Belanda mencatat nama keluarga dan marga dari Pamona sipemalsu sejarah selama Belanda menjajah Indonesia, sehingga pihak pihak yang salah harus mendapatkan hukuman dari Pemerintah Indonesia.
Kerajaan Tojo tahun 1815 ( Tolage poso marompa, Totora’u, Tolalaeyo, dan Torato Bongka ) , yang jadi pertanyaan, kenapa To lage dimasukkan ke poso ? itu karena poso to lage adalah wilayah Kerajaan Tojo, dan adu domba kerajaan tojo dan kerajaan luwu melalui orang yang beragama kristen dari luwu timur melalui gerakan luwu yang punya poso monangu buaja ,
.
MONANGU BUAJA :
lihat naskah asli dari MONANGU BUAJA atau disebut belanda dengan nama krokodilzwemmen , lihat halaman 151 :
BUKTI TOMBAK ARAJANG KERAJAAN TOJO DAN LONTARA WARTABONE :
SEJARAH PAMONA YANG BUKAN DORP PAMONA WATU MPOGAA (TAHUN 2010 – keatas) DI KARANG OLEH ORANG LUWU TIMUR DAN DI FASILITASI SULAWESI TENGAH (apakah ada dan terbukti ??!!)

—===—

4. SUKU BARE’E ADA DENGAN SENDIRINYA

—===—

Suku Bare’E, Bare’E dari bahasa Bare’E yang artinya Tidak,

Suku Bare’E, Bare’E, atau Orang Bare’E, atau Tau Bare’E adalah Masyarakat berbahasa Bare’E yang tempat tinggalnya tersebar di sepanjang Pantai Teluk Tomini dari Sausu sampai Ampana Tete kemudian hidup bersosialisasi dengan Suku-suku lain yang ada disekitar Masyarakat Suku Bare’E dan ada dengan sendirinya.

SUKU BARE’E SUDAH DI DATA PEMERINTAH INDONESIA

Suku Bare’e dari Kabupaten Tojo Unauna, Propinsi Sulawesi Tengah, sudah tercatat di Buku BPS Pilot Sensus Penduduk 2020 !!!!

Suku Bare’e dengan kode 7011 6 , dan Bahasa Bare’e (Baree) dengan Kode 0514 1.

Screenshot_2020-07-31-00-46-33-168_com.google.android.apps.docs

SUKU BARE’E ADALAH SUKU PERTAMA DI SALU (PULAU) SULAWESI

Dari Kitab i LaGaligo Sawerigading diketahui, bahwa Peradaban Orang Sulawesi muncul dari Salu (Pulau) Pongko yakni antara 3.000 hingga 2.000 tahun silam. Diduga, dahulu kala pernah didiami suku tertua didunia yang bernama Suku To Pongko.

Dari Buku ‘Republik Indonesia’, Propinsi Sulawesi bertarikh tahun 1951 dan Hasil penelusuran Peta Sulawesi Selatan tidak diketahui adanya Pulau Pongko di sebelah selatan, kecuali Pongkor di Bali atau juga Pongkor di Sunda. Adapun kata “PONGKO” di Pulau Sulawesi ini tersebar dari Selatan hingga ke Utara, bahkan sampai ke Filipina Selatan.

Kata PONGKO digunakan untuk menamai gunung, sungai, dan toponim geografis lainnya, namun tak satupun yang menggunakannya untuk nama Pulau di sebelah Selatan.

Ternyata Pulau Pongko di Tahun 2017 adanya di sebelah Utara yakni kabupaten Tojo Una-una yang di huni oleh Sebagian Besar Suku Bare’E (Suku Baree) sampai dengan turunnya To Manuru Talamoa di daerah Mawomba dan memang Suku Bare’E, Yaku Tau Bare’E !!!! .(#44)

SUMBER :

-Kitab ‘I Lagaligo Sawerigading’,

-A.C.Kruyt , “De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes”,

-A.C.Kruyt , “MEDEDEELINGEN VAN WEGE HET NEDERLANDSE ZENDELINGGENOOTSCHAP; bijdragen tot de kennis der zending en der taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch Indië. 1892″,

-‘Sejarah Tojo Una- Una’, Drs. Hasan, M.Hum,

-‘Republik Indonesia’, Propinsi Sulawesi bertarikh tahun 1951,

-Dari Cerita Rakyat Tojo, dan

-Cerita Masyarakat Ampana Kota.

….

….

#suku_sulawesi_tengah #suku_bare’E

# suku sulawesi tengah # suku bare’E

UNTUK MENGETAHUI BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU BARE’E, BACALAH :
“KEBUDAYAAN SUKU BAREE”

Satu pemikiran pada “Suku Bare’e (Suku Baree, Sulawesi, Indonesia)

  1. Tabea Madago.. saya sangat tertarik dengan pembahasan mengenai sejarah To Pamona, oleh karena itu ijinkan saya untuk sedikit mengkritik untuk dijadikan dasar otokritik sebuah tulisan mengenai sejarah, karena menurut saya penulisan sejarah tidak didasrkan pada asumsi semata. untuk itu sedikit saya uraikan metodenya tanpa bermaksud apa-apa :
    Metode dan Langkah-Langkah Penulisan Sejarah

    Langkah-Langkah Penulisan Sejarah meliputi Metode dan Pendekatannya. Seperti yang kita ketahui, penulisan karya ilmiah mengenai sejarah harus melewati beberapa langkah-langkah, salah satunya dengan memperoleh sumber kemudian menafsirkannya kedalam bentuk tulisan.

    Metode Penulisan Sejarah :
    Menurut Nugroho Notosusanto, metode penulisan sejarah harus melewati 4 langkah-langkah kegiatan yaitu : heuristik, kritik sumber, Interpretasi dan historiografi.
    1. Heuristik
    Heuristik adalah langkah bagaimana kita akan mengumpulkan sumber sejarah terkait dengan tema sejarah yang kita tulis dalam kajian. Sementara itu, sumber sejarah adalah bahan-bahan yang kita gunakan untuk memperoleh data. Terdapat dua sumber dalam metode heuristik yakni sumber primer dan sumber sekunder.
    Sumber Primer : Sumber primer merupakan sumber yang diperoleh dari orang yang melihat langsung dan mengalami peristiwa sejarah yang akan kita kaji. Sumber Sekunder : Sumber sekunder merupakan sumber yang diperoleh dari orang yang tidak melihat langsung dan mengalami peristiwa sejarah atau bisa disebut kesaksian dari orang lain.
    2. Kritik Sumber
    Metode kritik sumber adalah usaha untuk menguji, menilai, serta memilah/menyeleksi sumber yang telah kita peroleh, hal ini dilakukan agar kita memperoleh sumber yang benar-benar asli (autentik). Kritik sumber dibagi menjadi 2 langkah, meliputi :
    Kritik Intern : Kritik intern adalah langkah yang digunakan untuk mengetahui kebenaran sebuah isi dari sumber yang kita peroleh dari langkah heuristik.Kritik Ekstern : Beda halnya dengan kritik intern yang menguji kebenaran isinya, kritik ekstern lebih menekankan kepada keaslian sebuah sumber sejarah / dokumen sejarah yang digunakan dalam penulisan sejarah.
    3. Interpretasi
    Metode penulisan sejarah yang ke tiga yaitu Interpretasi atau bisa disebut sebagai penafsiran. Interpretasi adalah proses mengumpulkan fakta-fakta dengan melalui langkah penafsiran fakta sejarah pada kritik sumber. Para sejarawan akan menafsirkan fakta yang ia dapat dari sumber, tanpa sebuah langkah penafsiran sejarawan, sebuah data tidak bisa berbicara sendiri. Ada dua cara bagi kita untuk melakukan interpretasi yakni analisis dan sintesis yang artinya menguraikan dan menyatukan.
    4. Historiografi
    Metode selanjutnya yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Pada tahap ini penulis tidak hanya harus pandai dalam hal teknis seperti mengkutip dan penggunaan catatan, tetapi dibutuhkan analisis dan penggunaan pikiran kritis. Penulis menyajikan data yang telah terkumpul dalam bentuk karya ilmiah, ini merupakan metode atau tahap akhir yang harus dilakukan dalam penulisan sejarah.
    Apabila kita menulis karya sejarah, tentu kita memerlukan pendekatan dari beberapa ilmu sosial lainnya. Karena sebagai sebuah ilmu, sejarah tidak bisa berdiri sendiri atau bisa disebut interdisipliner. Penulisan karya sejarah akan lebih mudah dipahami apabila dalam menguraikanya dikaitkan dengan ilmu-ilmu lain.
    Berikut ini beberapa ilmu sosial yang dapat dikaitkan saat melakukan penulisan sejarah, meliputi :
    Pendekatan Politik, Pendekatan Antropologi, Pendekatan Sosiologi, Pendekatan Geograifi, Pendekatan Ekonomi, Pendekatan Militer, Pendekatan Agama.

    saya sangat tertarik dengan tulisan ini karena saya sementara mencoba meneliti asal marga saya yakni marga KAYUPA,, mohon maaf sebelumnya…

    Suka

Tinggalkan komentar