MUSLAINI (RAJA TOJO 1915 – 1926, DAN 1942 – 1951)

Muslaini seorang Paranaka Tojo yang lahir di Desa Taopa, Lambunu Bolano, dan menjadi Raja Tojo tahun 1915 sampai 1926, tidak pernah sama sekali menandatangani Kontrak Verklaring dari Hindia Belanda dan terbukti ada pada Dokumen Arsip Nasional Republik Indonesia :

Screenshot_2020-05-07-02-37-35-698_com.google.android.apps.docs~01

Sumbernya, yaitu:

www. arsip nasional indonesia

PhotoGrid_1580092245447

👑👑👑👑

MUSLAINI (RAJA TOJO 1915 – 1926, DAN 1942 – 1951)

👑👑👑👑

.

.

.

.

” MUSLAINI ADALAH RAJA TOJO YANG MENJADI RAJA TOJO TAHUN 1915 – 1926, DAN MENJADI RAJA BERIKUTNYA TAHUN 1942 – 1951 “

.

.

.

.

Pada tahun 1890-an, di Kerajaan Tojo wilayah poso yang dikuasai belanda,

Di praktekan sistem landschap yang dilakukan oleh belanda dengan membagi dua wilayah bekas kekuasaan dari Tinja Pata Sulapa penguasa dan nenek moyang suku bare’e, kedua wilayah Kerajaan Tojo tersebut yaitu Poso dan Tojo, dan khusus di wilayah poso yang mana setiap landschap di pimpin oleh seorang pribumi dengan gelar yang diambil Belanda dari bahasa bare’e yaitu mokole bangke, artinya Raja Besar.

Di wilayah poso sebenarnya tidak ada berdiri suatu kerajaan, apalagi yang bernama kerajaan poso ataupun kerajaan lage, dan termasuk sausu adalah termasuk wilayah kerajaan tojo, karena empat penguasa tana bare’e dan juga nenek moyang Suku Bare’e yang disebut tinja pata sulapa telah mendirikan suatu kerajaan yang kemudian dinamakan kerajaan tojo, dan yang terjadi adalah pihak negara belanda yang hendak menguasai dan mengambil wilayah poso dari pemilik tana poso yaitu kerajaan tojo.
Dan Suatu ketika terjadi konflik antara Suku To Pebato dengan Orang-orang parigi karena kematian Bengka, salah satu calon penguasa landschap, dan orang-orang dari parigi tersebut menuntut mengorbankan seorang Budak kepada To Pebato dan Suku To Kadombuku, di wakili oleh kepala suku mereka Tadjongga menyarankan untuk Melakukan MOBALUSALA, yaitu “Untuk masing-masing bagian memberikan yang disebutkan dari 200 hingga 400 tandan padi, tergantung apakah panen padi berhasil. Ini juga disebut m o b a l o e s a l a, “tidak benar-benar menjual”, atau Barter.

Hal itu diingat oleh Tadjongga ketika di Sungai Tongko mereka diserang oleh Suku To Napu dan To Kadambuku telah di tolong oleh Pasukan Kerajaan Tojo dari To Lage yang dipimpin langsung oleh Djena Tojo saat itu dan ada begitu banyak korban dalam pertempuran tersebut, bahwa “jalannya sungai terganggu oleh harapan mayat yang menumpuk di dalamnya. “The Djena of Todjo (Raja Tojo)” sekarang menuntut
para budak Kadomboekoe 40 sebagai kompensasi bagi yang menderita
kerugian bagi yang membutuhkan. The To Kadomboekoe tidak bisa
untuk memenuhi persyaratan ini dan menawarkan Djena sebagai tuan gantinya untuk mengenali. Proposal ini diadopsi dan dibawa sejak saat itu
Kepada Kadomboekoe setiap tahun mempersembahkan kepada Kerajaan Todjo sebagai ganti 40 To Kadambuku sebagai budak dari Kerajaan Tojo,
Ada juga pemukiman di muara Sungai Malei dari wilayah To Lage, yang membawa beras ke Djena of Todjo, tapi
ini hanya konsekuensi dari keadaan bahwa ini To Low of desa Kanduu-ndoeu, di daerah untuk kemulyaan Djena of todjo, Djena atau Jena Tojo adalah Gelar Raja Tojo karena hukum islam melarang untuk memakai Gelar Raja dan hiduplah sang Djena of Tojo.

Sumber yang menyatakan bahwa suku to kadambuku yang pernah mengusir orang mandar dari wilayah Suku Bare’e to onda’e yang setiap tahunnya harus menyerahkan 200 sampai 400 tandan padi kepada kerajaan tojo sebagai tanda takluknya suku to kadambuku kepada kerajaan tojo, yaitu bisa dibaca Pada buku De BareE sprekendre toradja van midden celebes hal 138-140 , Oleh A.C.Kruyt : :

Di Tahun 1906, Belanda menguasai wilayah Posso dengan Menghancurkan Benteng yang dibuat oleh Rakyat di Tana Poso yaitu Bente Laki di Tamungku Dena dan kemudian menangkap Raja Tojo Kolomboy di Buyumboyo, wilayah to lage, sewaktu Kolomboy sedang merayakan Pesta Panen Padungku dan juga menangkap beberapa pejuang lokal Tana Poso dari Suku Bare’e To Pebato seperti Ta Batoki, dan Ta Rame.

TUDUNTAKA ATAU TAKA LARAJA ISTRI DARI KOLOMBOY, TIDAK PERNAH JADI RAJA TOJO

Seperti diketahui, Sepupu Raja Bone Pileviti (Pilewiti) memiliki 2 istri , satu wanita dari parigi dan yang satunya lagi wanita dari mowomba. Dan dari wanita mowomba inilah yang diakui pada tahun 1915 sebagai raja-raja yang sah di kerajaan tojo.

LIHAT SILSILAH BERIKUT :

” Setelah Pileviti (Pilewiti) Ada Dua Raja dibawahnya, Kemudian ada Laraja dan Remelino. “

BACA CATATAN DIBAWAH :

” Raja-Raja yang sah di Kerajaan Tojo adalah Silsilah Raja-Raja dari Laraja dan Remelino. “

Dan di tahun 1906, Belanda menguasai wilayah Posso dengan menangkap Raja Tojo Kolomboy di Buyumboyo, wilayah to lage, sewaktu Kolomboy sedang merayakan Pesta Panen Padungku dan mengangkat Raja Tojo tandingan yaitu Papa i Keta, dan setelah itu adalah Kepemimpinan Putri Gunung yang bernama Indo i Saloso atau RoE atau yang biasa dipanggil juga dengan panggilan Mokole Wea.

Jadi Sebelum RoE atau Indo i Saloso, berturut-turut susunan Raja-raja di Kerajaan Tojo yaitu, Laraja atau disebut juga Mangge Maeta, lalu Kolomboy (Papa i Lila), dan setelah itu Indo i Saloso, dan anaknya yang bernama Saloso dan suami dari Saloso bernama Pariusi, Pariusi adalah anaknya Paletei dan Kapitan Muda dari Bunta, Saloso anaknya Roe juga adalah seorang Raja Tojo dengan gelar Mokole Wea.

.

.

ARAJANG DARI KERAJAAN BONE MILIK MOKOLE WEA DISIMPAN DI POSO SEBAGAI BUKTI BAHWA POSO ADALAH MILIK KERAJAAN TOJO

.

.

Indo i Saloso memiliki sebuah ruangan, di sebuah ruangan di belakang sebuah rumah kosong besar, sebuah ruangan kecil berukuran sekitar lebar 75 cm dan 125 cm Panjangnya telah dibangun, bisa ditutup dengan dua pintu geser. Di salah satu ujung ruangan ini ada peti, di mana sebuah kotak kecil berwarna merah ditempatkan, dibungkus dengan kapas putih.

Di kotak ini dua bendera dijaga dengan kain sutera kuning dan katun kuning, sehingga tidak bisa dibuka lagi. Dalam perang melawan To Napu salah satu bendera ini diambil, dan kemudian mereka (To Napu) bertiup melawan angin. Selain dua bendera, Kerajaan Tojo masih memiliki tombak dengan pisau yang sangat luas, dan dua gigi.

Kami belum bisa menemukan cerita tentang keajaiban yang terkait dengan senjata ini. Kami belum menemukan senjata dari bentuk ini di tempat lain di Sulawesi Tengah.
Itu perhiasan pemerintah, bagaimanapun, perhiasan setelah kematian wea mokole, dipindahkan dari rumah kerajaan yang saat ini kosong di Todjo ke Posso.

SUMBERNYA :

Screenshot_20200511-110506~01

Disebuah buku ” MEDEDEELINGEN
van wege het
IEDERLANDSCH ZENDELINGGENOOTSCHAP ”
Tijdschrift voor Zendingswetenschap
Onder Redactie van
Dr. A. M. BROUWER, Dr. J. W. GUNNING,
Dr. F. J. FOKKEMA en Ds. JOH. RAUWS. 1915 , Page 268 – 269 ,

tertulis :

” Te Tajawa, het westelijk deel van Oeë Koeli staat de
woning, waar de mokole we’a van Todjo den laatsten tijd
verbleef. Zij werd Indo di Saloso genoemd, haar eigenlijke
naam was Roë; zij overleed den 4en Mei 1914, na 5 jaar
te Tajawa gewoond te hebben. Haar dochter, die met Partoesi
gehuwd is geweest, woont nu nog in dat huis.
Parioesi, die thans te Tongkoe woont, en daar met een
Lalaeo-vrouw alaeo-vrouw gehuwd is (hij zelf is ook een To Lalaeo), is
alsopvolger van Roë aangesteld als radja van Todjo. De
rijkssieraden ijkssieraden zijn echter, na den dood van de mokole we’a, uit het thans leegstaande vorstenhuis te Todjo overgebracht naar Posso.
Bij paal 30 ligt Oeë koeli, waar de z.g. kapala koemisi,
of onderdistrictshoofd, woont. Het landschap Todjo is in 3
onderdistricten verdeeld; het eene, van Tojado tot Oeë koeli,
staat ander Lapopa; het tweede, van Betaoea (Banano) tot
Tongkoe onder Abdoelgani, die te Betaoea woont; het derde,
van Bongka tot Balingara onder Moeslaini. Over het geheele
district staat de radja van Tjodo, die echter een weinig
werkzaam aandeel in de bestuurszaken neemt; de kapala
koemisi regelen alles.
De overleden mokole we’a, Indo i Saloso (Roë), was
vroeger de echtgenoote van Poea kali (Pajosoe), die de
jongere broer was van radja Lariwoe. De Djooe hoki (Paletei),
die gehuwd is geweest met den kapitan moeda van Boenta
(niet van Bongka) en kinderloos bleef, nam tot kind aan
boven genoemden Parioesi. Ons werd de aanleiding hiertoe
aldus verteld: de Djooe boki kreeg tijdens een zwaar onweer,
gepaard met aardbeving, abortus; tegelijkertijd beviel de
Lalaeo vrouw Kaindja; 40 dagen later bleek de laatste weer
in reeds vrij gevorderden staat van zwangerschap te zijn
en drie maanden later, dus 4 maanden na haar vorige be-
valling, beviel zij weer van een zoon. Door de Djooe boki
is toen uitgemaakt, dat het kind, dat uit haar schoot verdwenen
was op denzelfden dag, dat Kaindja beviel, zich verplaatst
had naar Kaindja en dus op den bestemden tijd door deze
ter wereld werd gebracht. Paletei eigende zich dit kind dus
toe; het werd Parioesi genoemd en deze is later gehuwd
met de dochter van Roë en Pajosoe, Saloso genaamd. Parioesi
had dus tot moeder Paletei en den broer van radja Lariwoe
tot schoonvader. Zijn schoonmoeder (Indo i Saloso) volgde
Papa i Keta (Panggore) op en bekleedde de functie van
mokole we’a tot haar dood, den 4en Mei 1914. Zij werd te
Tajawa begraven, en in het groote huis aldaar woont thans
nog Saloso met haar kinderen, want Parioesi heeft zich, na
5 kinderen bij Saloso gekregen te hebben, van haar laten
scheiden. Nu is hij getrouwd met een vrouw van zijn eigen
stam; van de 5 kinderen van Saloso en hem zijn nog in
leven 3 jongens en 1 meisje; één van die zoons heeft Parioesi
bij zich te Tongkoe. Als radja geniet Parioesi hetzelfde….”

artinya :

” Di Tajawa, bagian barat Oeë Koeli adalah
rumah, di mana mokole we’a dari Todjo belakangan ini
tinggal. Dia dipanggil Indo di Saloso, namanya Roë; dia meninggal pada tanggal 4 Mei 1914, setelah 5 tahun
pernah tinggal di Tajawa. Putrinya, yang bersama Parioesi
sudah menikah, masih tinggal di rumah itu.
Parioesi, yang sekarang tinggal di Tongkoe, dan ada satu
Wanita Lalaeo wanita alaeo sudah menikah (dia sendiri juga seorang To Lalaeo), sedang
sebagai penerus Roë ditunjuk sebagai radja Todjo. itu
perhiasan pemerintah, bagaimanapun, perhiasan setelah kematian wea mokole, dipindahkan dari rumah kerajaan yang saat ini kosong di Todjo
ke Posso.
Di kutub 30 terletak Oeë cooli, tempat yang disebut kapala koemisi,
atau bupati, tinggal. Lansekap Todjo ada di 3
kecamatan terbagi; satu, dari Tojado ke Oeë cooli,
nyatakan Lapopa lainnya; yang kedua, dari Betaoea (Banano) ke
Tongkoe di bawah Abdulgani, yang tinggal di Betaoea; yang ketiga,
dari Bongka ke Balingara di bawah Moeslaini. Semua sudah berakhir
Distrik berdiri Raja Tjodo, yang, bagaimanapun, sedikit
mengambil bagian aktif dalam urusan administrasi; kapala
koemisi mengatur semuanya.
Mokole we’a yang telah meninggal, Indo i Saloso (Roë), adalah
dulunya adalah istri Poea kali (Pajosoe), yang merupakan istri Poea kali
Adik laki-laki termasuk dalam radja Lariwoe. The Djooe hoki (Paletei),
yang menikah dengan Kapitan Muda dari Boenta
(bukan dari Bongka) dan tetap tidak memiliki anak, diasumsikan sebagai anak
Parioesi disebutkan di atas. Kami menjadi alasan untuk ini
demikian diceritakan: boki Djooe diterima saat terjadi badai ganas,
disertai dengan gempa bumi, aborsi; pada saat bersamaan,
Istri Lalaeo Kaindja; 40 hari kemudian, yang terakhir muncul lagi
berada dalam kondisi kehamilan yang sudah cukup maju
dan tiga bulan kemudian, jadi 4 bulan setelah dia sebelumnya
jatuh, dia melahirkan seorang putra lagi. Oleh boki Djooe
kemudian ditentukan bahwa anak yang telah menghilang dari pangkuannya
tergerak pada hari yang sama ketika Kaindja melahirkan
harus ke Kaindja dan pada saat yang tepat melalui ini
dibawa ke dunia. Paletei dengan demikian mengambil alih anak ini
tolong; disebut Parioesi dan kemudian menikah
dengan putri Roë dan Pajosoe, yang disebut Saloso. Parioesi
jadi harus ibu Paletei dan saudara Raja Lariwoe
untuk ayah mertua. Ibu mertuanya (Indo i Saloso) mengikuti
Papa i Keta (Panggore) dan memegang posisi
mokole we’a sampai kematiannya, 4 Mei 1914. Ia dilahirkan di
Dikuburkan Tajawa, dan sekarang tinggal di rumah besar di sana
masih Saloso dengan anak-anaknya, karena Parioesi, setelah
Memiliki 5 anak di Saloso, meninggalkannya
terpisah. Sekarang dia menikah dengan seorang wanita
tekanan; dari 5 anak Saloso dan dia masih di Indonesia
3 anak laki-laki dan 1 perempuan hidup; salah satu dari putra-putra itu memiliki Parioesi
dengan dia di Tongkoe. Sebagai raja, Parioesi menikmati hal yang sama….”

.

.

SALOSO,

BERSATUNYA DARAH WANITA PARIGI DAN WANITA MAWOMBA,

Saloso yang telah terkenal sebagai aroe malolo, dinobatkan sebagai Saloso hnwen, anak perempuan Pajosoe, saudara laki-laki Lariwoe, yang saat itu adalah waktu Tódjo. Saloso ternyata adalah orang yang sangat tidak penting dan kekanak-kanakan, yang tidak ada yang memberi apapun.

Suatu ketika karena adanya desakan dari pihak istri pertama yang dari Parigi dari Raja Tojo Pilewiti kepada Pihak Istri Kedua yang dari Mawomba, bahwa seharusnya dari pihak istri pertamalah yang berhak menjadi Raja di Kerajaan Tojo sehingga terjadi Konflik Kepemimpinan Di Kerajaan Tojo, sehingga pada Tahun 1914 di bentuklah Dewan Kerajaan Tojo yang di Kepalai oleh Saloso anak dari janda Pajosoe yang bernama Roe sehingga Kerajaan Tojo membentuk Dewan Kerajaan yang dikepalai seorang perempuan yang bernama Saloso, setelah Saloso memilih pihak dari istri kedua yang dari Mawomba adalah Raja Tojo yang sah, Saloso dibebaskan dari jabatannya karena desakan dari rakyat, karena dinilai Pariusi tidak becus dalam bekerja sebagai Mokole Wea Tojo (Raja Perempuan) tidak seperti RoE Ibunya.

Maka pada tanggal 12 April 1916, tanpa diminta Pihak Kerajaan Tojo, maka keluarlah Surat Besluit Nomor 3116 dari BELANDA, yang berisi pengangkatan Moeslaini sebagai Kepala Landschap Tojo, Besluit tersebut tidak berpengaruh karena sebelumnya Muslaini sudah menjadi Raja Tojo menggantikan Saloso.

.

.

SILSILAH RAJA DAN MOKOLE WE’A KERAJAAN TOJO VERSI TAHUN 1906

Maka susunan Raja-Raja Tojo dari Laraja sampai Tandjumbulu adalah sebagai berikut :

1. Pilewiti, Tahun 1770,…….

2. Laradja (Mangge Maeta), Tahun 1857 – 1872,

3. Andi Baso, Tahun 1873 – 1882,

4. Lariwu, Tahun 1883 – 1898,

5. Kolomboy, Tahun 1899 – 1906,

6. Roe (Indo i Saloso), Tahun 1906 – 1914,

7. Saloso, Tahun 1914 – 1915,

8. Muslaini, Tahun 1916 – 1926 (pengangkatan Pertama sebagai Raja Tojo),

9. Tandjumbulu, Tahun 1926 – 1942, dan

10. Muslaini, Tahun 1942 – 1951 (pengangkatan Kedua sebagai Raja Tojo).

Dengan meninggalnya Raja Tojo Muslaini maka berakhirlah Sistem Kerajaan Tojo di Wilayah dari Sausu parigi sampai Tanjung Pati-pati Bualemo.

20191206_145022

Sumber :

www. Raja-raja kerajaan Tojo

.

.

MUSLAINI LAHIR DI DESA TAOPA, LAMBUNU, BOLANO

.

.

Asal usul Raja Tojo Muslaini sekitar tahun 1880 lahirlah seorang lelaki berdarah Suku Bare’e di Desa Taopa, Lambunu Bolano, laki-laki yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja tersebut bernama Muslaini (Ejaan Van Ophuijsen ; Moeslaini; Moeslaeni), Muslaini disebutkan adalah seorang Paranaka Tojo (Asli orang Tojo) dan Sukunya adalah Bare’e.

PhotoCollage_20200511_093626443

Dan sampailah Muslaini di Kerajaan Tojo di Taliboi, Tojo, dan karena sangat pintar dan dan berkuasa maka Muslaini dipekerjakan sebagai seorang penguasa dan penanggung jawab wilayah To Rato Bongka di Kerajaan Tojo, dan bersama tiga orang lainnya yaitu di 3
kabupaten terbagi; satu, dari Tojado ke Oeë kooli, bernama Lapopa; yang kedua, dari Betaoea (Banano) ke
Tongkoe di bawah Abdulgani, yang tinggal di Betaoea; yang ketiga,
dari Bongka ke Balingara di bawah Moeslaini, mereka bertiga juga bekerja sebagai Kepala Kabupaten (Kepala Distrik).

.

.

Dicatatan hal 283, masih di buku yang sama disebutkan :

” Te Ampana woont het districtshoofd Moeslaini, een paranakaTodjo; zijn vrouw heet Taka en is de vroegere echt-
genoote van Kolomboi\ een neef van radja Lariwoe, die om
zijnverkeerde gezindheid verbannen werd. Taka is een
dochtervan Mokole Maeta, den broer van radja Lariwoe.
Het hoofd van Ampana heet Djoeroebatoe, die vroeger
dorpshoofd orpshoofd van Bongka was. Hij is een paranaka Todjo,
dochgehuwd met een Ampanasche vrouw. Zijn dorp telt
143 mannen (plm. 570 zielen), van wie 82 paranaka uit
Bongkaafkomstig, fkomstig, en21ToAmpana,diehierreedswoonden…”

artinya :

“Bupati Moeslaini, seorang paranaka Todjo, tinggal di Ampana; istrinya disebut Taka dan mantan
menikmati sepupu Kolomboi dari Raja Lariwoe, yang ada di sekitar
disposisi yang salah dibuang. Taka adalah satu
putri Mokole Maeta, saudara Raja Lariwoe.
Kepala Ampana disebut Djurubatu, yang dulu
kepala desa adalah kepala orp Bongka. Dia adalah paranaka Todjo,
menikah dengan seorang wanita Ampanasche. Desanya diperhitungkan
143 pria (sekitar 570 jiwa), 82 di antaranya dari Paranaka
Bongka datang, datang, dan 21 ToAmpana, yang tinggal di sini sebelumnya….”,

Dan catatan berikutnya halaman 291, tertulis :

“Naschrift. Zendeling P. Schuyt schreef, d.d. Ko e k o e ,
14 April 1915, nog het volgende:
Sedert onze reis naar Todjo hebben weer verscheiden
veranderingen plaats gegrepen in dat district. De Aroemalolo
Parioesi, die tot radja was verheven, is intusschen van zijn
functieontslagen. Zijn Aroemaloloschap is overgegaan op
zijntweeden zoon, Malaba genaamd, die nu een toelage geniet
van f 50,— per maand, maar tegelijk is aangesteld als
opvolger pvolger van Lapope, het onder-districtshoofd, dat te Oeë
Koeliwoont. Deze man heeft wegens ziekte (waarschijnlijk
tering)ontslag moeten nemen. Wie als radja zal optreden
isnog niet met zekerheid bekend, maar genoemd wordt
Moeslaini (het onderdistrictshoofd te Ampana), wiens vrouw,
Taka,nauw verwant is met het Todjosche vorstenhuis…”

artinya :

“Catatan tambahan. Misionaris P. Schuyt menulis, bertanggal Ko e k o e,
14 April 1915, berikut ini:
Karena perjalanan kami ke Todjo bervariasi lagi
perubahan terjadi di distrik itu. Aroemalolo
Parioesi, yang telah diangkat menjadi rajah, adalah miliknya
pemecatan pekerjaan. Aromaloship-nya telah berlalu
putra keduanya, bernama Malaba, yang sekarang diuntungkan
dari f 50, – per bulan, tetapi pada saat yang sama telah ditunjuk sebagai
pengganti Lapope, kepala kecamatan, yang tinggal di OeëKoeliw. Pria ini memiliki (mungkin tering) mengundurkan diri. Siapa yang akan bertindak sebagai rajah
belum diketahui dengan pasti, tetapi disebutkan Muslaini (kepala distrik di Ampana), yang istrinya, Taka, terkait erat dengan keluarga kerajaan Todjosche.”

Sepeninggalan suami Taka yaitu Kolomboy yang ditangkap oleh Belanda sewaktu pesta padungku di Buyumboyo, Lage, pemerintahan Kerajaan Tojo kemudian diserahkan Kepada Roe sebagai Mokole Wea (Djena Perempuan).
Singkat cerita setelah pemerintahan berjalan 1 tahun, TAKA TUDUNTAKA bersedia untuk dikawinkan dengan MUSLAINI yang waktu itu dia masih bujangan berumur 40 tahun, tetapi MUSLAINI harus melewati suatu Acara Adat yang sudah turun temurun yang di syaratkan oleh TAKA TUDUNTAKA.

.

” DAN DIATAS ALASNYA YANG TEPAT, MAKA TAKA TUDUNTAKA MENERIMA LAMARAN MUSLAINI “

.

MUSLAINI sang calon suami TAKA TUDUNTAKA harus melewati suatu Adat yaitu harus tidur diatas tikar yang terbuat dari pandan hutan yang dilapisi daun pisang muda dan sekamar dengan Wanita Cantik yang telanjang sampai pagi.

Dan Setelah keesokan paginya semua Orang di Kerajaan Tojo heran dan kagum, ternyata MUSLAINI sedikitpun tidak menyentuh Wanita Cantik tersebut meskipun telanjang, maka TAKA TUDUNTAKA pun tertarik karenanya dan Muslaini membuktikan kelasnya walaupun tidak berdarah Pilewiti dan sebagai Langkai Paranaka Tojo walaupun berasal dari Rakyat Bare’e biasa yang lahir di Desa Taopa, Lambunu Bolano,

Dan Di Tahun 1908, dan diatas alasnya yang tepat maka TAKA TUDUNTAKA atau TAKA LARAJA menerima lamaran MUSLAINI, pada waktu itu tahun 1908 dan diadakan pesta perkawinan antara TAKA TUDUNTAKA dengan MUSLAINI selama 7 hari 7 malam yang dihadiri oleh Raja Poso, Raja Una Una, Raja Mori, Raja Bungku serta Raja Banggai.

TAKA TUDUNTAKA DAN RAJA TOJO MUSLAINI dikaruniai 4 (empat) orang anak masing-masing :
1. Abd. Hamid Muslaini,
2. Alkaf Muslaini,
3. Mohamad Muslaini,
4. Zuhuria Muslaini (perempuan),

dan Zuhuria Muslaini ini dikawinkan dengan Hi. Saenso Raja Popayato dapat keturunan meninggal sama-sama dengan ibunya.

Dan sejak tahun 1915 Muslaini menjadi Raja Tojo, dan sebagai bukti yaitu tepat pada tanggal 12 April 1916, tanpa diminta Pihak Kerajaan Tojo, maka keluarlah Surat Besluit Nomor 3116 dari BELANDA, yang berisi pengangkatan Moeslaini sebagai Kepala Landschap Tojo, Besluit tersebut tidak berpengaruh karena sebelumnya Muslaini sudah menjadi Raja Tojo menggantikan Saloso, apalagi Muslaini tidak pernah menandatangani Korte Verklaring yang pernah disodorkan Pemerintah Hindia Belanda.

Bukti Kontrak Verklaring yang tidak pernah ditanda tangani oleh Muslaini :

blank_korte_verklaring_moeslaini

Tetapi Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Besluit pengangkatan pada 12 April 1916 Surat Besluit Nomor 3116 dari BELANDA, :

Besluit_muslaini

.

.

TAHUN 1926 KEDATUAN LUWU SUDAH TIDAK LAGI MENGKLAIM POSO (POSSO) SEBAGAI WILAYAH LUWU

.

.

Semasa pemerintahan Raja Muslaini dari tahun 1915 sampai tahun 1926, Belanda mengeluarkan Laporan Belanda, yang isinya adalah :

👑 @KakDay : ” MELIHAT LAPORAN BELANDA TAHUN 1926 TERSEBUT SUDAH TIDAK ADA LAGI KLAIM DARI KEDATUAN LUWU ATAS TANA POSO, AKAN TETAPI KERAJAAN TOJO MASIH MELAKUKAN INTERVENSI DAN TINDAKAN MENJURUS KEPADA PENGUSIRAN KEPADA ORANG-ORANG BELANDA DARI TANAH POSO, DAN KEMUDIAN KERAJAAN TOJO MENOLAK KLAIM ATAS KEPULAUAN TOGIAN. ”
.
.
.
dokumen laporan belanda di tulis tahun 1926 oleh P. VAN HULSTIJN, pejabat Belanda di Batavia
.
.
.
👑 ” VAN HEUTSZ
EN DE BUITENGEWESTEN ” 👑 adalah :
DOKUMEN BELANDA TAHUN 1926 YANG BERISI TENTANG LAPORAN KEGIATAN PEMERINTAH BELANDA DI SEMUA WILAYAH INDONESIA.
.
.
.
Dan saya Hidayat Muslaini menyimpulkannya sebagai berikut :
.
.
1. TAHUN 1904 DAN 1905, KERAJAAN SIGI MELEPASKAN KLAIM ATAS SEMUA WILAYAH DI TELUK TOMINI (PANTAI TIMUR)
.
.
Dari pemandangan-pemandangan itu, terutama Belo�maroe, Dolo, Bawana, Paloe dengan Sigi di kepala, yang
penyulingan dan perampokan mereka membentang jauh di luar wilayah mereka sendiri, Sigi, antara lain, ke Tamarana pada tahun 1904, di mana pasukan bersenjata (pasukan Selébès) mengambil tindakan.
.
Ekspedisi ini, bagaimanapun, memiliki kursus dan gambar yang damai
otoritas pemerintahan sendiri menyiapkan Deklarasi Pendek atau disebut Kontrak Verklaring (op pertama
Selebes), Sigi bahkan melepaskan semua klaim untuk apa pun
lansekap tikungan Tomini – tetapi dengan mudah mereka melihat pernyataan itu sebagai surat mati.
.
Dari Sigi, penggerebekan bahkan dilakukan ke Tana
Poso, sementara ada bahaya bahwa orang-orang Sigi akan datang
bergabung dengan perlawanan dari Todjo. Untuk menjadi lebih buruk
pencegahan pertama-tama (pertengahan 1905) diambil terhadap Sigi dalam apa yang menurutnya tidak dapat dicapai oleh Napoe.
Kesan ini – tidak ada tembakan ditembakkan pada perjalanan ini
adalah sifat seperti itu yang diikuti semua jenis penyerahan. Secara sistematis seluruh area sekarang dilintasi dan secara bertahap
dimurnikan dengan pemenjaraan atau penyerahan pembuat onar. Ini sebagian karena pengaruh yang menguntungkan untuk memajukan kita
mengkonfirmasi otoritas di seluruh Lembah Paloe, yang merupakan awal
1906 menjadi fakta.
Sebelum memberikan gambaran tentang kursus lebih lanjut
acara di Poso dan Todjo
untuk menjadi revisi pembagian dewan.
.
.
2. TAHUN 1904, PENAMBAHAN LANSKAP PALU (PALUDAL) DI RESIDEN MANADO, SULAWESI BAGIAN TENGAH (TIKUNGAN TOMINI)
.
.
Sudah pada tahun 1904 diusulkan, atas dasar keadaan yang disebutkan di atas, untuk menambahkan lanskap Paloe ke tikungan Tomini, yang tentu saja termasuk
ke utara membentang dari jalan dari
Makassar dengan Tolitoli sebagai yang paling utara. Akhir tahun 1904
kata proposal dan bagian Selébès Tengah
sementara juga atas dasar semakin akrab dengan interior pemisahan lebih lanjut atau koneksi
lanskap bisa terjadi v.n.1. di wilayah Poso dan
Negara Toradja.
.
.
3. TAHUN 1906, KERAJAAN TOJO MENOLAK KLAIM ATAS SEMUA KEPULAUAN TOGIAN
.
.
Sekarang di barat, situasi semakin teratur
bisa juga terjadi di Poso dan Todjo. Masuk
chap. IVA telah menarik perhatian pada pengaruh yang ada dalam hal ini
daerah Loewoe dan cara mereka pergi ke sana
Pasukan juga memerintahkan utara dan timur
urusan. Sedangkan untuk Poso bisa dikatakan, awal itu
1906 perlawanan pecah dan tidak bangkit lagi sejak itu.
Todjo sudah meletakkan kepalanya di pangkuan sebelumnya. itu
raja yang tidak dapat dipercaya digulingkan dan penggantinya menandatangani Deklarasi Pendek, dengan demikian menolak semua klaim
di Kepulauan Togian.
Tentang kemungkinan penambahan ke Manado dari subdivisi (sekarang) Banggai, Boengkoe dan Mori dan kami
aksi di sana sudah ditangani di chap. IVA.
.
.
4. MASIH DIDAPATI KESULITAN MEMBANGUN JALAN DI WILAYAH SIGI TERUTAMA PALU DAN SEKITARNYA
.
.
Jadi secara bertahap adalah situasi yang teratur di seluruh Central
Selébès mulai berlaku, disertai dengan berbagai tindakan pengendalian seperti penggabungan ke dalam area tol, pengenalan
kontrol opium, pembuatan rumah kaca lanskap, kontrol
hukum kasus Perlu disebutkan di sini sebuah konferensi
Donggala pada tahun 1906 terakhir dari pejabat administrasi Eropa dengan pemerintahan sendiri hampir semua lansekap,
di mana subjek yang disebutkan dibahas, tujuan dan
arti dari itu dijelaskan, sementara itu juga ditunjukkan
pada pengoperasian Pernyataan Pendek di lanskap, di mana
sudah diterima. Pemerintah tidak mau tahu apa-apa tentang gagasan itu kemudian mengajukan pembentukan semacam federasi di antara bentang alam. Diasumsikan,
sedangkan kesulitan akan muncul dalam latihan,
terutama ketika hukum yang ditetapkan oleh kami adalah untuk menjadi hukum
digunakan untuk membuat klasifikasi administrasi baru
untuk melanjutkan. Apalagi pertanyaannya sah atau semacamnya
penyatuan buatan dari masa lalu telah terbukti sangat heterogen
unsur-unsur itu sendiri tidak dipertanyakan.
Pernah mengalami lebih sedikit peristiwa yang diinginkan
tempat, seperti keengganan saat membangun jalan (Sigi), tetap saja
terjadinya kaki perampok (Paloe dan sekitarnya) dan barang dagangan
untuk menyelesaikan beberapa masalah perbatasan nanti – juga di bagian ini
dari daerah kami orang sekarang bisa melihat ke masa depan dengan harapan baik
untuk bekerja pada pengembangan lebih lanjut tanah dan manusia.
.
.
5. PADA WAKTU LAPORAN DIBUAT TAHUN 1926, ADRIANI SAHABAT DARI KRUYT SUDAH MENINGGAL
.
.
Belum lagi nama-nama misionaris Kruyt dan almarhum Adriani, yang ada di Poso
Toradja bekerja, selain memiliki garis pendapatan tertinggi
dengan berkontribusi pada pengetahuan bahasa, negara dan
orang, dan dengan demikian berkontribusi dengan cara mereka sendiri untuk pengamanan bagian wilayah ini.
.
.
.
.
DOKUMEN ASLINYA, SILAHKAN TERJEMAHKAN SENDIRI :
Van bedoelde landschappen waren het voornamelijk Belo￾maroe, Dolo, Bawana, Paloe met Sigi aan het hoofd, welke
hun stokerijen en rooftochten tot ver buiten eigen gebied uit￾strekten, Sigi o.a. in 1904 naar Tamarana, waartegen met ge￾wapende macht (van de Selébès-troepen) werd opgetreden.
.
Wel had deze excursie een vredelievend verloop en teekenden
de zelfbesturen gereede de Korte Verklaring (de eerste op
Selébès), deed Sigi zelfs afstand van alle aanspraken op eenig
landschap van de Tomini-bocht, — maar even gemakkelijk be￾schouwden ze die verklaring als een doode letter.
Van Sigi uit werden rooftochten ondernomen zelfs naar de
Poso-streek, terwijl gevaar bestond, dat de Sigiërs zich zouden
aansluiten bij de verzetspartij uit Todjo. Ten einde erger te
voorkomen werd allereerst (midden 1905) tegen Sigi opge￾treden in het naar zijn gevoelen voor ons onbereikbare Napoe.
De indruk hiervan —bij deze excursie werd geen schot gelost
was van dien aard, dat allerwegen onderwerping volgde. Stelsel￾matig werd nu het geheele gebied doorkruist en geleidelijk
door gevangenneming of onderwerping van onruststokers ge￾zuiverd. Dit was mede van gunstigen invloed om verder ons
gezag in het geheele Paloe-dal te bevestigen, hetgeen begin
1906 een feit werd.
Alvorens een overzicht te geven van het verdere verloop der
gebeurtenissen in Poso en Todjo, behoort nog melding gemaakt
te worden van een herziening der bestuursindeeling.
Reeds in 1904 toch was voorgesteld, op grond van even￾genoemde omstandigheden, de Paloe-landschappen bij Tomini￾bocht te voegen, daarbij uiteraard inbegrepen de zich verder
naar het noorden uitstrekkende randstaatjes van de straat van
Makassar met Tolitoli als het meest noordelijke. Eind 1904 werd
genoemd voorstel goedgekeurd en de afdeeling Midden Selébès
gevormd, terwijl tevens op grond van de toenemende bekend￾heid met het binnenland een nadere scheiding of verbinding van
landschappen kon plaats hebben v.n.1. in de Poso-streek en
Toradj a-landen.
.
Nadat nu in het westen meer en meer ordelijke toestanden
intraden kon ook in Poso en Todjo worden opgetreden. In
hfdst. IVA i s reeds gewezen op den invloed, welke in deze
streken van Loewoe uitging en de wijze, waarop de daar
ageerende troepen ook naar het noorden en oosten orde op
zaken stelden. Wat Poso aangaat kan gezegd worden, dat begin
1906 het verzet gebroken was en sedert niet meer opleefde.
Todjo had reeds eerder het hoofd in den schoot gelegd. De
onbetrouwbare radja was afgezet en zijn opvolgster teekende de Korte Verklaring, daarbij afstand doende van alle aanspraken
op de Togian-eilanden.
Over een mogelijke toevoeging aan Manado van de (tegen￾woordige) onderafdeelingen Banggai, Boengkoe en Mori en ons
optreden aldaar werd reeds gehandeld in hfdst. IVA.
Zoo was geleidelijk een ordelijke toestand in geheel Midden
Selébès ingetreden, waarmee gepaard gingen verschillende be￾stuursmaatregelen als inlijving bij het tolgebied, invoering van
de opiumregie, oprichting van landschapskassen, regeling van
rechtspraak. Vermeldenswaard is hierbij een conferentie te
Donggala in het laatst van 1906 van de Europeesche bestuurs￾ambtenaren met de zelfbesturen van bijna alle landschappen,
waarbij genoemde onderwerpen ter sprake kwamen, doel en
beteekenis ervan werden uitgelegd, terwijl ook gewezen werd
op de werking der Korte Verklaring in de landschappen, waar
die reeds was aanvaard. Van een toen ter tafel gebracht denk￾beeld tot vorming van een soort federatie tusschen de land￾schappen wilde de Regeering niet weten. Verondersteld werd,
dat in de praktijk daaruit moeilijkheden zouden voortkomen,
vooral, wanneer van het door ons bedongen recht moest worden
gebruik gemaakt om tot een nieuwe administratieve indeeling
over te gaan. Bovendien was de vraag gewettigd of zoo’n
kunstmatige vereeniging van vroeger zoo heterogeen gebleken
elementen op zich zelf beschouwd reeds niet bedenkelijk was.
Hadden sedert wel eens minder gewenschte gebeurtenissen
plaats, zooals onwil bij het aanleggen van wegen (Sigi), het nog
optreden van rooversbenden (Paloe en omgeving) en waren
later nog enkele grenskwesties op te lossen, — ook in dit deel
van ons gebied kon men nu met goede hoop op de toekomst
gaan arbeiden aan de verdere ontwikkeling van land en volk.
Niet onvermeld mogen blijven de namen van de zende￾lingen Kruyt en wijlen Adriani, die in Poso onder de
Toradja’s werkend, daarnaast zich hoogst verdienstelijn hebben
gemaakt door hun bijdragen tot de kennis van taal, land en
volk, en zoo op hun wijze hebben meegewerkt tot de pacificatie Van dit deel van het gewest.

.

.

TAHUN 1927 RAJA MUSLAINI YANG BERASAL DARI RAKYAT ITU TURUN TAHTA

.

.

Muslaini untuk kesekian kalinya menunjukkan Jari Telunjuknya kedepan dan menunjuk kesatu arah yaitu kearah Semua Rakyat Tojo yang terdiri dari Paranaka, Bare’e, Ta’a, dan Bugis.

Seolah-olah mengatakan bahwa “KITA BUKTIKAN SIAPAKAH RAJA TOJO….!!!!”,

Meskipun Muslaini hanya berasal dari Rakyat Suku Bare’e Biasa, tetapi dia tanpa rasa takut menantang Tandjumbulu yang berdarah keturunan Raja Pilewiti dari Remelino, dan cacat fisik karena dimakan usia yang Raja Tojo Muslaini derita, bukan penghalang bagi Mantan Kepala Distrik Bongka Taa sampai Balingara tersebut untuk menjadi Raja Tojo kembali.

Raja Muslaini dipaksa Turun tahta dari Raja Tojo sebab timbul keraguan dari Rakyat Tojo pendukung Tandjumbulu karena Raja Muslaini hanya berasal dari rakyat biasa dan tidak memiliki darah Pileviti yaitu Raja Pertama Tojo sehingga Rakyat Tojo merasa segan dan tidak enak diperintah oleh Raja Muslaini yang bukan keturunan langsung dari Pileviti, apalagi cacat fisik karena usia yang sedang dialami Muslaini.

Tetapi Raja Muslaini memiliki Pendukung Setengah dari Rakyat Tojo, Suku Bare’e, Bongka Taa, dan Orang-orang yang berpengaruh di Kerajaan Tojo sehingga Raja Muslaini Susah untuk diganti oleh Rakyat Tojo, dan kemudian di langsungkan PEMILIHAN RAJA TOJO untuk menentukan pilihan Rakyat Tojo.

Muslaini untuk kesekian kalinya lagi menunjukkan Jari Telunjuknya kedepan, kesatu arah kearah berkumpulnya Semua Rakyat Tojo yang terdiri dari Paranaka, Bare’e, Ta’a, dan Bugis.

muslaini1915

Seolah-olah mengatakan bahwa “KITA BUKTIKAN SIAPAKAH RAJA TOJO….!!!!”,

MUSLAINI SANG RAJA TOJO YANG BERASAL DARI RAKYAT BIASA YANG JUGA MANTAN KEPALA DISTRIK BONGKA TAA MENANTANG TANDJUMBULU YANG BERDARAH PILEWITI YANG JUGA SEORANG KEPALA SUKU TAA.

.

.

PEMILIHAN RAJA PERTAMA DI INDONESIA

.

.

Muslaini bekerja di kerajaan tojo sebagai juru tulis kerajaan tojo, dan juga kepala distrik bongka taa dan setelah kolomboi di tangkap belanda, maka Taka Laraja kawin dengan muslaini, dan karena rakyat suku baree menginginkan raja laki-laki maka Raja Muslaini sebagai Raja Tojo dan Hal itu diperkuat pada 12 April 1916 Surat Besluit Nomor 3116 dari BELANDA,

Besluit tersebut sebagai bukti Muslaini adalah penguasa tertinggi di Wilayah Tojo saat itu dan memang Muslaini adalah seorang Raja yang berasal dari Desa Taopa, lambunu bolano, yaitu Raja atau Djena di Kerajaan Tojo walaupun sama sekali tidak berdarah Pileviti, Muslaini menjadi raja tojo menggantikan Pariusi, adapun tandjumbulu menjadi raja karena di tahun 1926 Rakyat Tojo sangat menginginkan Kerajaan Tojo harus dipimpin oleh Raja yang merupakan keturunan dari Pileviti dan sebelum diadakan pemilihan raja tersebut posisi Tandjumbulu sangat kuat karena berdarah Pileviti apalagi Raja Muslaini saat itu sudah tua, dan kemudian diadakan pemilihan raja tojo.
….
Yang ikut pemilihan raja saat itu ada 3 orang, yaitu Muslaini (sang raja tojo), tandjumbulu (anaknya kolomboi dengan julukan mangge pada), dan ince muhammad (penasehat kerajaan tojo).

….

TRANSLATE IN ENGLISH :
Muslaini worked in the kingdom of tojo as the royal scribe of tojo, and after the Kolomboi was captured by the Dutch, Taka Laraja married Muslaini, and because the tribe of baree wanted the male king then in 1915 muslaini became king of tojo to replace Pariusi, while tandjumbulu became king in 1926, the people of Tojo desperately wanted the Kingdom of Tojo led by the King who was descended from pileviti and before the election was held, Tandjumbulu’s position was very strong especially when the king muslaini was old, and then held the election of the king of tojo.
….
There were 3 : Muslaini (the king tojo), tandjumbulu (his son Kolomboi with the nickname mangge pada), and ince muhammad (royal advisor tojo).

….

Di Kerajaan Tojo yang sekarang, selain Pileviti hanya ada 2 Raja yang diakui oleh Masyarakat di Daratan Tojo, yaitu :

1. MUSLAINI, Raja Tojo sejak Tahun 1915 s/d pertengahan bulan desember 1927, dan

2. TANDJUMBULU, memerintah sejak 1 januari 1928 s/d 25 Desember 1942.

Dan dari Buku Laporan Resmi Pemerintah Belanda dapat diketahui hasil dari Pemilihan Raja Tojo tersebut, yaitu :

VERSLAG VAN BESTUUR EN STAAT VAN NEUERLANDSCH-INDIË, SURINAME EN CURACAG 1926.
I. NEDERLANDSCH-INDIË.

Page 29,

Yang tertulis sebagai berikut :
“Bij G. B. 22 Sept. 1925 n°. 32 werd Hadji Mohamad bin Daeng Materoe, op verzoek, eervol ontheven van zijne waar-digheid van bestuurder van het landschap Ocnaoena (onderafd. en afd. Poso). Bij G. B. 13 Maart 1926 n°. 3 werd Moeslaeni, bestuurder van het landschap Todjo (onderafd. en afd. Poso), wegens lichamelijke ongeschiktheid, eervol van zijne waardig-heid ontheven. Met de waarneming van het bestuur over de landschappen Oenaoena en Todjo werden belast onderscheiden-lijk Lapalage bin Laborahima en Tandjomboeloe. “

artinya :

“Di G. B. 22 September. 1925 n °. 32 menjadi Hadji Mohamad bin
Daeng Materoe, atas permintaan, secara terhormat dibebaskan dari miliknya
direktur lanskap Ocnaoena (subd.
dan depo Poso). Pada G. B. 13 Maret 1926 n °. 3 menjadi Moeslaeni,
direktur lanskap Todjo (ayat dan depo. Poso), karena cacat fisik, secara terhormat dibebaskan dari martabatnya. Dengan mengamati papan di atas Bentang alam Oenauna dan Todjo masing-masing didakwa Lapalage bin Laborahima dan Tandjomboeloe.”

FOTO PELANTIKAN TANDJUMBULU SEBAGAI RAJA TOJO DAN LAPALEGE BIN LABORAHIMA SEBAGAI RAJA UNAUNA TAHUN 1926

PhotoGrid_1589212889331

.

.

MUSLAINI SUKU BARE’E PARANAKA TOJO, TAHUN 1936 TERBUKTI KEPINTARANNYA SE-INDONESIA

.

.

SETELAH TIDAK LAGI MENJADI RAJA TOJO, MUSLAINI IKUT TES UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH DI ” KONINGIN WILHELMINASCHOOL “
Bouwkundige afdeeling (Sekolah Arsitektur / Pemerintahan), dari ribuan keluarga raja dan bangsawan peserta tes yang lulus hanya 200 keluarga raja dan bangsawan kerajaan-kerajaan dari seluruh Indonesia.

InShot_20200512_171659076

” KONINGIN WILHELMINASCHOOL “, Jakarta, adalah sekolah untuk kalangan Keluarga Raja dan Bangsawan untuk Raja dan Bangsawan di seluruh Indonesia, dan Muslaini pada 12 Juni 1936 ikut tes masuk sekolah dan lulus tes di ” KONINGIN WILHELMINASCHOOL “, dan kepintaran dari Paranaka Tojo yang Suku Bare’e asli dari Tojo yang bernama Muslaini tersebut terbukti dengan naik kelas pada 29 Mei 1937 bersama dengan Keluarga Raja dan Bangsawan di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 50 orang dari sekitar 200 orang yang lulus tes , berikut nama-nama yang naik kelas bersama dengan Muslaini :

KONINGIN WILHELMINASCHOOL
Bouwkundige afdeeling
Bevorderd naar de 2de klasse:
T. Ali Akbar, Poernomo, Rasputin
Rasjid, Abdoessalam, R. Ajoeb, W.F.
Karelsz, Moeslaini, Oey Teng Tjoe, R. Schütz, J. Sjollema, Zajadi, S.F. Phlert,
Th. W. Simon, Abdullah, Achmad SJah- foean, Kaswadi, Liem Béng Kiat, R.
Moechtar, Soejadi, M. Soeparno, Tjia
Hoa Tong, Toedjo, Trisaptono, Ch. C. Unger, Boestaman, Amir Hamzah, M.
Hong Tjip Sie, M. Zairoel, Abdoelazis,
Amiroeddin, M. Garis, Kasli, Koesmadi,
Marifoel. Moending, Ngadimin, Noesjir-
wan, Soewanda, Tan Tiang Hoey, Tan
Tjeng Peng, Kotji. August Padmare-
dja, R. M. Harlof, Soemarsono, Widodo Notodilcgo, Achmad Sanoesi, S. Nasoe-
tion, Abdoelazis Loebis, Th. J. Maas,
E. Raffendi, Salim, S. Soeleiman, Tan
Tjoen Seng, Jansz.

InShot_20200512_171549269

bersambung…..

.

.

.

.

.

.

.

SUMBER :

-A.C.Kruyt , “De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes”,

-A.C.Kruyt , “buku ” MEDEDEELINGEN
van wege het
IEDERLANDSCH ZENDELINGGENOOTSCHAP ”; Dr. A. M. BROUWER, Dr. J. W. GUNNING,
Dr. F. J. FOKKEMA en Ds. JOH. RAUWS. 1915 , Page 268 – 269 ,

-‘Sejarah Tojo Una- Una’, Drs. Hasan, M.Hum,

-Website Arsip Nasional Indonesia (ANRI),

-Dari Cerita Rakyat Tojo, dan

-Cerita Masyarakat Ampana Kota.

Tinggalkan komentar