i DORI DATU PAMONA, SANG PENAKLUK DATU LUWU

” SEBELUM TAHUN 2002 KOTA POSO DAN AMPANA MASIH SATU KABUPATEN, YAITU KABUPATEN POSO, DAN KABUPATEN POSO SEBELUM TAHUN 2002 KERAJAANNYA ADALAH KERAJAAN TOJO. “

KEDATUAN LUWU BERNIAT MENDAPATKAN POSO DENGAN CARA YANG TIDAK HALAL DENGAN MENGADAKAN SUATU CERITA BAHWA POSO ADALAH MILIK KEDATUAN LUWU SEJAK ORANG DARI LANGIT ATAU TO LAMOA YANG BERNAMA LASAEO ATAU DIBILANG KEDATUAN LUWU DENGAN NAMA LASAEO PUA MONA ADALAH DATU LUWU YANG PERNAH BERTAHTA DI KERAJAAN PAMONA, BAGAIMANA BISA SEORANG DARI LANGIT ATAU TO LAMOA BISA DIKETAHUI ASAL-USULNYA, ITU NAMANYA PENGHINAAN TERHADAP CERITA RAKYAT KAYORI DARI TO LAMOA LASAEO, APALAGI PAMONA TERSEBUT BUKAN KERAJAAN TETAPI SUATU DESA, KITA BANDINGKAN DENGAN ARUMPONE TO MANURUNGE RI MATAJANG MATA SILOMPOE YANG SAMPAI SEKARANG TIDAK DIKETAHUI ASAL-USULNYA SEHINGGA ARUMPONE TERSEBUT DISEBUT TO MANURUNG (ORANG DARI LANGIT;BUGIS), DAN LALU KENAPA SAMPAI ADA PERISTIWA MONANGU BUAJA YANG DILAKUKAN OLEH KEDATUAN LUWU KEPADA KELOMPOK SUKU BARE’E TO ONDA’E DI TANA POSO ???? PERISTIWA MONANGU BUAJA TERJADI JAUH SETELAH SEJARAH SAWERIGADING, DAN TERBUKTI KEDATUAN LUWU MELAKUKAN PENIPUAN DAN KEBOHONGAN KEPADA RAKYAT INDONESIA, HAL TERSEBUT TERBUKTI DARI :

WWW. JEJAK LUWU SAWERIGADING DI TANA POSO

DAN PELAJARI JUGA SEJARAH KALAHNYA DATU LUWU OLEH I DORI DATU PAMONA, SEWAKTU PERISTIWA WATUMPOGAA DI DESA PAMONA, DATU LUWU SUDAH KALAH TETAPI KENAPA MASIH MENGAKUI BAHWA POSO ADALAH MILIK KEDATUAN LUWU :

WWW. I DORI MENGALAHKAN DATU LUWU

DAN TIDAK ADA NYA ORANG LUWU YANG TINGGAL DI POSO, SEJAK DULU SAMPAI SEKARANG MAKA SANGAT ANEH KALAU WILAYAH POSO ADALAH WILAYAH KERAJAAN LUWU.

SEJARAH POSO TAHUN 1905 YANG ASLI :

WWW. SEJARAH POSO TAHUN 1905

, TERNYATA HAL TERSEBUT JUGA DILAKUKAN KEDATUAN LUWU UNTUK MEMPERTAHANKAN BAHWA SUKU PAMONA ADALAH BERASAL DARI PROPINSI SULAWESI SELATAN BUKAN DARI PROPINSI SULAWESI TENGAH.

====================

Pamona bukan Suku Bare’e, dan Pamona tidak sama dengan Bare’e karena Pamona Hanya nama Desa, yaitu Desa Pamona (Dorp Pamona), adapun dari segi agama semua pamona beragama kristen dan suku bare’e beragama Islam tidak ada bare’e yang beragama kristen dan juga ada suku Bare’e yang ber agama Lamoa / Molamoa (Langit) yang bertuhan PueMpalaburu.
Pada tahun 1800an, tokoh Hindia Belanda, Adriani dan Kruyt dalam buku mereka yang berjudul De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes mengistilahkan istilah Toradja untuk sebagian kecil orang yang hidup seperti yang sekarang ini disebut “gelandangan“.[2]

Silahkan Download alamat url di bawah mengenai Buku De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes jilid 1 dan lihat suku asli di wilayah Grup Poso – Tojo yaitu Suku Bare’e (Bare’e-Stammen) di halaman 119 :

www.Suku asli TANA POSO-TOJO

Para gelandangan yang diistilahkan Belanda dengan istilah Toradja tersebut harus meninggalkan kebiasaan dari suku lama mereka yaitu suku Bare’e (Bare’e-Stammen), karena suku Bare’e telah banyak yang beragama Islam sehingga bagi pihak Belanda kemudian mengistilahkan “Van Heiden tot Christen”[3] untuk penduduk asli suatu wilayah yang wilayahnya dinamakan Belanda dengan nama Grup Poso-Tojo, Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e) dengan suku Bare’e sebagai suku asli pemilik wilayah tersebut, dan istilah “Van Heiden tot Christen” sudah sangat dikenal di wilayah Grup Poso-Tojo, dan orang Toradja (istilah bagi orang Bare’e yang bukan beragama Islam) ini kemudian diberi makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan pengajaran agama Kristen.

Keagamaan

Adanya para Gelandangan dari wilayah Grup Poso-Tojo yang kemudian diistilahkan Belanda dengan istilah “Van Heiden tot Christen”[4] yang kemudian disekolahkan di sekolah-sekolah Belanda yang ada di wilayah Grup Poso-Tojo untuk mempelajari tujuh “batu pemisahan” (Watu Mpoga’a) yang masih dapat ditemukan saat ini di Tentena.[5]

Setelah mempelajari Watu Mpoga’a[6], maka para gelandangan yang telah menjadi Umat Kristen tersebut mengetahui asal usul mereka sebelum berada di wilayah Grup Poso-Tojo yaitu berasal dari wilayah Wotu.

====================

.

.

.

.

ORANG PAMONA BERASAL DARI DESA WATUMPOGAA ATAU DISEBUT JUGA DESA PAMONA (WATOEMAPONGA)

.

.

.
.

ORANG-ORANG LUWU DI DAERAH SUKU BARE’E DAN PAMONA BERASAL DARI KISAH SEJARAH SAWERIGADING

.
.
@KakDay_ : ” DARI CATATAN A.C.KRUYT DIDAPATI BAHWA PENGAKUAN ATAS KEDATUAN LUWU ADALAH DARI KISAH SEJARAH SAWERIGADING MENAKLUKKAN SUKU-SUKU DI WILAYAH YANG DINAMAKAN ‘TORADJA’ , JADI YANG MANAKAH YANG DIMAKSUD NEGARA-NEGARA TORADJA ATAU SUKU-SUKU TORADJA TERSEBUT ??? ”
.
.
DARI CATATAN A.C.KRUYT , DE BAREE SPREKENDE TORADJA VAN MIDDEN CELEBES :
.
.
De Datoe van Loewoe.
.
Wij spraken er hier en daar reeds van, dat een gedeelte der Bare’e- Toradja’s aan den Datoe van Loewoe onderworpen was. Deze onderwer- ping berustte naar alle waarschijnlijkheid op het recht van den sterkste. De heerschappij \an Loewoe over de Bare’e-Toradja’s moet uit den over- ouden tijd dateeren, en de menschen zei ven brengen dien tijd terug tot den sage-held Sawerigading. Yerschillende verhalen zijn hieromtrent bekend. Wotoe aan de Golf van Bone beweert het eerst de Toradja-landen te hebben veroverd, maar daarna zelf door Sawerigading te zijn over- wonnen, waardoor de Toradja-landen eveneens aan Loewoe kwamen.
ARTINYA :
.
.
Loewoe Datoe.
.
.
Kami sudah berbicara di sana-sini bahwa beberapa Bare’e- Toradja tunduk pada Loewoe’s Datoe. Penaklukan ini mungkin didasarkan pada hak yang terkuat. Ketuhanan Loewoe atas Bare’e-Toradiah harus berasal dari masa lalu, dan orang-orang mengatakan waktu itu kepada Sawerigading yang bijaksana. Berbagai cerita diketahui tentang hal ini. Wotoe di Teluk Bone mengklaim telah menaklukkan negara-negara Toradja, tetapi kemudian ditaklukkan oleh Sawerigading, sehingga negara-negara Toradja juga datang ke Loewoe.
.
Sehingga Dari Kisah Sejarah Sawerigading diatas dapat diketahui bahwa orang-orang luwu yang tinggal didaerah Suku Bare’E dan Pamona menganggap dirinya berasal dari daerah Kedatuan Luwu dan Datu Luwu ditahun 1900-an menuntut hak atas orang-orang luwu yang mengetahui kisah sejarah Sawerigading mengenai Wilayah dan Kesetiaan Kepada Datu Luwu, Meskipun Datu Luwu telah kalah lewat tantangan melawan i Dori Datu Pamona,

Dan Wilayah Tersebut mulai Tahun 1770 Masehi atau PADA PERTENGAHAN ABAD KE-18 atas Kesepakatan semua Kepala Suku Bare’E dan Pamona yang disebut TINJA PATA SULAPA (SEMUA KEPALA SUKU TORADJA : POSO TORADJA DAN BAREE TORADJA : A.C.KRUYT 1912) yang mendirikan kerajaan yang dinamakan KERAJAAN TOJO DI TOJO atas petunjuk pemilihan tempat oleh PILEWITI RAJA PERTAMA TOJO yang menanyakan semua nama Sungai yang dilewatinya dari SAUSU SAMPAI TANJUNG PATI-PATI dan kemudian Pilewiti memilih TOJO sebagai tempat untuk mendirikan KERAJAAN TOJO.

.

.

PAMONA TIDAK SAMA DENGAN SUKU BARE’E (BARE’E-STAMMEN)

.

.
SEMUA PAMONA BERAGAMA KRISTEN DAN SUKU BARE’E BERAGAMA ISLAM DAN MOLAMOA (BERTUHAN PUEMPALABURU),
.
PAMONA, TO PAMONA, ATAU NTO PAMONA, ATAU SUKU PAMONA, PAMONA SUKU PALSU DAN PAMONA BUKAN NAMA SUKU, PAMONA TIDAK SAMA DENGAN SUKU BARE’E
.
Pada tahun 1800an, tokoh Hindia Belanda, Adriani dan Kruyt dalam buku mereka yang berjudul De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes halaman 119, menyebutkan suku Bare’e (Bare’e-Stammen) Sebagai Suku Asli pemilik wilayah Grup Poso-Tojo, Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e) dengan Bahasa Bare’e (Bare’e-Sprekende) sebagai bahasa asli di wilayah tersebut.
.
Pamona berasal dari Nama suatu Desa yaitu Desa Pamona (Dorp Pamona), dan setelah terjadi Peristiwa Watu Mpogaa (WatuMpogaa atau Vatu Mpogaa) penduduk Desa Pamona kemudian tinggal di wilayah Wotu, Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, dan kemudian di wilayah Wotu, Luwu Timur, orang-orang dari Desa Pamona tersebut menamakan Penduduk mereka dengan Nama To Lampu, To Lompoe, atau To Tawaelia.
.
Jadi Pamona bukan nama suku ataupun Bahasa tetapi hanya nama Desa, yaitu Desa Pamona (Dorp pamona), karena pada buku <span;>De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes halaman 119, menyebutkan suku Bare’e (<span;>Bare’e-Stammen) Sebagai Suku Asli pemilik wilayah Grup Poso-Tojo, Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e) dengan Bahasa Bare’e (Bare’e-Sprekende) sebagai bahasa asli di wilayah tersebut.
.
Dan Sesuai Pelajaran di Semua SEKOLAH BELANDA kristen di wilayah poso – todjo mengajarkan bahwa penduduk desa pamona dikenal dengan nama To Lampu atau To Lompoe dan tidak pernah mengajarkan pamona adalah nama suku karena Desa pamona (Dorp Pamona) telah terjadi WATU MPOGAA.

.

.
Pertanyaan :
Kalau mereka yang bernama Pamona tersebut masih berani menamakan Pamona adalah nama suku, coba tanyakan siapa penyebar agama kristen pertama di Kabupaten Poso, dan bagaimana orang-orang yang menamakan diri mereka Pamona bisa beragama Kristen ?
.
Jawaban :
Karena semua Buku Referensi atau Daftar pustaka berasal dari buku-buku sejarah Belanda , dan semua buku buku sejarah Belanda tersebut menyebutkan bahwa <span;>Pamona berasal dari Nama suatu Desa yaitu Desa Pamona (Dorp Pamona), dan setelah terjadi Peristiwa Watu Mpogaa (WatuMpogaa atau Vatu Mpogaa) penduduk Desa Pamona kemudian tinggal di wilayah Wotu, Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

.

.

🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿

i DORI DATU PAMONA, SANG PENAKLUK DATU LUWU

🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿

.

.

.

.

Menurut Kepercayaan Masyarakat Suku Pamona, i Dori adalah salah satu leluhur Orang Baebunta (Waebunta), di Sulawesi Selatan.

KISAH INI BERMULA DARI CERITA RAKYAT DI DAERAH POSO DAN AMPANA, DIKISAHKAN ADA SEORANG LAKI-LAKI YANG BERNAMA i DORI, SUATU HARI i DORI PULANG DARI ACARA PENANAMAN WATU MPOGAA DI DESA PAMONA, DAN SI I DORI TERNYATA BERWAJAH JELEK DAN DUA PEMBANTUNYA BERWAJAH TAMPAN, DAN I DORI ADALAH CUCU DARI LASAEO….!!!!

.

.

.

i DORI, KEPALA DESA PAMONA JAMAN PURBA WATUMPONGAA

.

.

i DORI ADALAH SAKSI MATA BAHWA ORANG PAMONA ITU BERASAL DARI WATUMPONGAA

.

.

Watumpogaa YAITU To Loewoe, To Bada, To Mori, To Ondae, To Napu, Orang Sausu, dan Orang Parigi.

screenshot_2020-10-06-15-04-08-332_com.opera_.mini_.native

KISAH LASAEO (TO MANURU DONGI)
.
.
Seperti Lirik Kayori berikut ini :
“Tongo tuwu pa ngkai’ta I’pua, Jelamo ta’u manuru Melamba n’cari Baula mabuya, Ri dongi Pontu ka tudu
I lasaeo To mo ngoronya , Pai we anya ru mongi to onya. Ungka katuwu tau ri rano, Lawi nya nda po mada go.”
.
.
Lirik Kayori ini bila dibahasa indonesiakan artinya berbunyi demikian :
.
” Ketika jaman nenek moyang dahulu kala, Turun lah seorang sakti dari langit Mengendarai seekor kerbau putih, Dan mendarat disekitar Dongi.
Namanya Lasaeo dan Rumongi nama istrinya. sejak Keberadaan mereka kehidupan disekitar danau menjadi tentram. ”
.
.

Legenda Lasaeo dan Rumongi merupakan cerita rakyat yang menjelaskan asal-usul masyarakat tentena saat ini. Dikisahkan Lasaeo adalah seorang suci dan sakti mandraguna. Turun dari khayangan ke daratan Wilayah Pamona dengan mengendarai seekor kerbau putih gemuk.

Di Wilayah Pamona pada waktu itu tidak ada yang namanya Kerbau sehingga Lasaeo memenggal Kepala Kerbau putihnya sehingga jatuh diwilayah Bada dan Napu, sehingga Kerbau banyak berasal dari sana.

Lasaeo dideskripsikan sebagai si bijaksana dan baik hati. Suatu hari Lasaeo tertegun melihat keadaan dan kehidupan masyarakat tentena mula-mula yang serba kesusahan dan menderita. Dengan kesaktian dan kepandaiannya ia kemudian mengajarkan cara bercocok tanam dan mengolah hasil bumi yang lebih baik. Sejak keberadaannya didaerah tersebut kehidupan masyarakat disana berangsur-angsur membaik.
Dalam kehidupannya di Bumi, Lasaeo kemudian dikisahkan jatuh cinta kepada seorang gadis cantik jelita. gadis itu adalah Rumongi, putri angkat Rumbenunu dan Roe Mbetue yang sebelumnya ada di desa Pamona (sekarang disebut Desa Pamona).
.
.
Rumbenunu dan Roe Mbetue tidak memiliki anak, sehingga Rumongi diadopsi sebagai anak angkatnya, kemudian Rumongi menikahi Lasaeo.
.
.
Dan Alkisah mereka kemudian menikah serta dikaruniai seorang anak laki-laki. hari-hari bahagia pun dijalani oleh Lasaeo dan Rumongi dengan indah.
suatu malam Lasaeo menceritakan tentang sebuah pantangan yang tidak boleh ia lakukan dibumi. Yakni memegang kotoran manusia. Sebab Lasaeo adalah seorang mahluk suci dan kotoran yang dia keluarkan berbeda dengan manusia ia ( Lasaeo ) selalu mengeluarkan katak sebagai hajatnya.
.
Suatu hari ketika Lasaeo sedang menimang anaknya, si anak membuang hajat. Lasaeo kemudian menyuruh istrinya untuk membersikan kotoran si anak. Akan tetapi dengan nada gusar istrinya (Rumongi ) menolak perintahnya sebab ia (Rumongi ) sendiri sedang membersikan beras untuk dimasak, penolakan itu menyebabkan petaka yang berakhir tragis. Lasaeo yang sangat marah meletakan anaknya dan pergi mengambil parang (sejenis pedang pendek ). kemudian dengan geram dihunusnya pedang saktinya itu ke kerbau putih kesayangannya. kemarahan tersebut berimbas pada kerbau malang itu dan dengan sekali tebasan Kedua Tanduk si kerbau putih itu terpental jatuh jauh sekali dan badannya jatuh di daerah lore.

PATUNG BATU BADAN KERBAU PUTIH KHAYANGAN LASAEO DI LORE, BADA, SULAWESI TENGAH

setelah amarahnya cukup mereda, Lasaeo kemudian memanggil sejenis tali hutan yang turun dari langit. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Ia pun menaiki tali tersebut dan pergi kekhayangan.
.
.

RUMONGI DAN ANAKNYA
.
.
Rumongi yang sadar telah membuat Lasaeo marah mengambil anaknya dan mengikatkannya kebelakang punggungnya dengan seutas kain dan sambil menangis Rumongi berlari mengikuti suaminya, memanjat tali hutan tersebut. akan tetapi sebelum Rumongi mencapai khayangan Lasaeo terlebih dahulu memotong tali langit yang masih menjuntai ke bumi sebab ia sadar mereka memiliki dunia yang berbeda. Alkisah kemudian Rumongi bersama anaknya jatuh kembali ke Bumi ( daerah dongi Morowali ) dan jasad mereka membatu terlilit oleh tali hutan di atas sebuah bukit kecil.
konon barang siapa yang melalui daerah tersebut dan membawa anak-anak kecil tanpa menutupi kepala anak itu, akan tertimpa bencana seperti sakit, atau panas demam. Menurut kepercayaan sosok rumongi yang membatu akan marah bila anak kecil yang melewati daerah tersebut tidak mengenakan penutup kepala.
.
.

.

.

SEJARAH PAMONA PADA ABAD KE-16 DARI CERITA RAKYAT DI DAERAH TOJO DAN POSO

.

.

ARTI KATA PAMONA YAITU Berasal dari kata P a m o n a, dari P o n a ‘asal’ (po, poe, pong, pung, poe’oe). Sang, mona, haluan ‘, dan kalemona’ pertama ‘.
.
.
DARI CERITA RAKYAT TOJO DAN POSO MENGENAI DESA PAMONA PURBA WATUMPOGAA
.
.
Sejarah Watu Mpogaa dari cerita rakyat yaitu Sekitar Abad Ke-16 dan Abad Ke-17 Ketika Orang-orang dari Kedatuan Luwu yang dari Wotu datang ingin menguasai Wilayah–wilayah yang ditempati Orang Luwu, Orang BareE, dan Orang Pamona yang pada saat itu tanpa pengawasan yaitu di Wilayah Pebato (daerah sekitar Poso Pesisir), wingke mPoso (daerah di sepanjang tepi sungai Poso), Lage, Puselemba (Pamona Utara dan Pamona Puselemba), Ondae (Pamona Timur), Lamusa (Pamona Tenggara), dan Pu’umboto (Pamona Selatan dan Pamona Barat).

.
Namun Orang-orang dari Kedatuan Luwu Wotu tersebut ketika memasuki Wilayah Desa Pamona mendapatkan penolakan dari Kepala Desa Pamona yaitu i Dori yaitu orang pamona mengenalnya sebagai anak dari To Lamoa Lasaeo meskipun kenyataannya dia bukan anak dari lasaeo dan juga bukan legenda dari To Napu Gumangkuana atau bisa kita sebut disini dengan i Dori Datu Pamona dan penolakan tersebut juga dari Masyarakat Sekitar Desa Pamona dan Mengusir mereka, sehingga Orang-orang dari Kedatuan Luwu Wotu tersebut memberikan perlawanan, dan Pada akhirnya perang antara Pamona dan Kedatuan Luwu yang dari Wotu pun terjadi,

karena banyaknya Jumlah Masyarakat Desa Pamona yang menolak mereka maka Orang-orang dari Kedatuan Luwu Wotu tersebut memberikan perlawanan Sampai pada akhirnya Kepala Desa dari Desa Pamona tersebut ditawan dan kemudian dibawa ke Luwu,

Perang antara Pamona dan Kedatuan Luwu Wotu pun berakhir, Desa Pamona berhasil dipertahankan dari Orang-orang Kedatuan Luwu Wotu, tetapi Kepala Desa mereka i Dori di tawan dan dibawa ke Luwu.

Setelah beberapa waktu berlalu, Masyarakat disekitar Desa Pamona kemudian berkumpul di suatu tempat di Desa Pamona, karena Masyarakat Desa Pamona sudah tidak memiliki Kepala Desa yang biasa membimbing mereka dan mereka pun memutuskan untuk BERPISAH (Mpogaa), BERPISAH di bawah bimbingan enam orang laki-laki dan seorang perempuan untuk mengadakan perpisahan setelah sebelumnya menanam Watu Mpogaa di Sebuah tempat di Wilayah Desa Pamona.

.

.

i DORI DATU PAMONA, SANG PENAKLUK DATU LUWU

.

.

Orang-orang dari Kedatuan Luwu Wotu yang menyerang Desa Pamona tidak berhasil menundukkan Desa Pamona tetapi berhasil menawan i Dori Kepala Desa Pamona yang kemudian dibawa ke Luwu untuk dipertemukan dengan Datu Luwu.

Sesampainya di Luwu, i Dori yang sendirian langsung dipertemukan dengan Datu Luwu, kemudian Datu Luwu mengajukan sebuah tantangan kepada i Dori yaitu MEMOTONG TANDUK KERBAU DENGAN SEKALI PUKULAN, i Dori pun menyanggupinya.

.

SEORANG DATU MENANTANG SESEORANG DENGAN KEKUATAN DAN KEPINTARAN SEPERTI HALNYA PENGUASA TANAH MELAYU LAINNYA BEGITU JUGA KEDATUAN LUWU MEMILIKI BUDAYA TERSEBUT,
AKHIRNYA I DORI DITANTANG DATU LUWU

.

Dengan mewarisi kecerdasan yang dimiliki oleh Ayahnya, i Dori yaitu Anak Dari Dewa Matahari (LORD OF THE SUN) yang seperti To Lamoa Lasaeo, i Dori mempersiapkan Kepala Kerbau yang akan dia pakai untuk menjawab tantangan dari Datu Luwu.

Hari yang ditunggu pun tiba, i Dori melawan Datu Luwu dengan sebuah tantangan yaitu MEMOTONG TANDUK KERBAU DENGAN SEKALI PUKULAN,

i Dori mendapatkan giliran pertama untuk memotong tanduk kerbau tersebut, dengan kekuatan To Lamoa yang masih tersisa dalam diri i Dori, i Dori dengan seketika melayangkan pukulannya kearah Tanduk Kerbau, TERNYATA TANDUK KERBAU ITU PUN PUTUS,

sekarang tibalah giliran DATU LUWU,

Datu luwu pun kemudian memukul tanduk kerbau tersebut, SEKETIKA KISAH BERSEJARAH ITUPUN BERAKHIR!!!

BERAKHIR DENGAN SEBUAH KISAH, I DORI ANAK DARI LASAEO YANG KEMBALI KE DESA PAMONA KARENA I DORI ADALAH SEORANG DATU DI DESA PAMONA….!!!

.

i Dori kemudian beranjak keluar dari Luwu untuk kembali Ke Desa Pamona, dia teringat Kalo saja Tanduk Kerbau tersebut tidak direbus selama beberapa hari maka diapun akan seperti Datu Luwu yang tidak sanggup untuk memotong Tanduk Kerbau.

.

” YAA, DATU LUWU TELAH KALAH OLEH i DORI SANG DATU DARI DESA PAMONA KARENA TIDAK SANGGUP MEMOTONG TANDUK KERBAU….!!!! “

.

” YES, DATU LUWU HAS BEEN LOST BY THE i DORI OF THE DATU FROM THE VILLAGE OF PAMONA BECAUSE IT DOES NOT HAVE TO CUT THE CUTTING OF BUFFALO….!!!! “

.

Di tengah jalan ia bermimpi bertemu sepupu Perempuannya yang juga berdarah Lasaeo, sehingga i Dori langsung melanjutkan perjalanannya kembali ke Desa Pamona.

Sesampainya disana, i Dori langsung bertemu dengan sepupunya itu, dan sepupu perempuannya tersebut menjelaskan kepada i Dori bahwa karena Desa Pamona sudah tidak memiliki Kepala Desa maka Masyarakat di Desa Pamona memutuskan untuk BERPISAH untuk kembali ke daerah asalnya masing-masing, dengan dibimbing dan dituntun ke daerah asal dari 7 orang yang menanam Watu Mpogaa disuatu Wilayah Di Desa Pamona.

.
Setelah tujuh Watu Mpogaa ditanam yang masing-masing Watu Mpogaa tersebut yang merupakan simbol dari ketujuh Masyarakat yang berasal dari tujuh Wilayah yang pada saat itu tinggal di Desa Pamona,

Dan ketika Kepala Desa i Dori tiba kembali di Desa Pamona setelah ditawan oleh Datu Luwu, acara penanaman Watu Mpogaa pun dilakukan dengan disaksikan oleh i Dori dan memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya 7 orang yang menanam Watu Mpogaa tersebut,

Lalu i Dori mereka beri makan Nasi dan Ikan yang mana ikan tersebut di dapat dari Sepanjang pantai Tojo dan Sepanjang Pantai di Wotu, karena BERPISAH itu adalah suatu keputusan yang harus dilaksanakan karena i Dori Sang Kepala Desa Pamona meninggalkan mereka,

dan kemudian ketujuh Masyarakat Watu Mpogaa tersebut Berdoa kepada nenek moyang mereka untuk meminta nasi dan ikan sebagai bekal hidup sehari-hari.
Dan Sejak saat itu Wilayah Puselemba dan sekitarnya tidak berpenghuni karena hendak diserang oleh Datu luwu yang dari Wotu.

Ketika Orang-orang dari Kedatuan luwu Wotu datang, mereka menaburkan debu emas, Manik-manik dan Nasi di atas ketujuh Watu Mpogaa tersebut, menandakan Kedatuan Luwu Wotu menghormati orang-orang Pamona yang pergi untuk kembali ke daerah asalnya.

.

” WATU MPOGAA PAMONA PURBA TERSEBUT ADALAH SIMBOL PERPISAHAN DAN PERLAWANAN RAKYAT PAMONA MELAWAN SEORANG DATU LUWU YANG RAKUS KEKUASAAN “

.

Jadi Pamona adalah Nama Sebuah Desa di Wilayah Puselemba yang mana Salah Satu Wilayah di Desa Pamona tersebut menjadi Tempat Penanaman Watu Mpogaa yang jumlah Watu Mpogaa Tersebut ada tujuh batu yang merupakan simbol dari Asal usul ketujuh masyarakat yang lahir dan tinggal di Wilayah Desa Pamona.

.
Yang Mana Ketujuh Masyarakat Yang menanam Watu Mpogaa tersebut berasal dan disebut To Luwu, To Bada, To Mori, To Ondae, To Napu, Orang Sausu, dan Orang Parigi.

.
Dan perkembangannya sekarang Ketujuh Masyarakat yang menanam Ke-Tujuh Watu Mpogaa di Pamona tersebut menamakan Mereka Orang Pamona.

.

.

SETELAH PENANAMAN WATU MPOGAA DI DESA PAMONA, I DORI DAN PEMBANTUNYA MELANJUTKAN PERJALANANNYA MENUJU KE SELATAN DARI LOKASI WATUMPOGAA,

i DORI TERNYATA BERWAJAH JELEK DAN DUA PEMBANTUNYA BERWAJAH TAMPAN, TIBA-TIBA ADA SEORANG TAMU BERKUNJUNG KERUMAH i DORI LALU BINGUNG i DORI-NYA YANG MANA, YANG WAJAH JELEK ATAU YANG BER-WAJAH TAMPAN??? TERNYATA SANG TAMU LEBIH MEMILIH SI PEMBANTU YANG BERWAJAH TAMPAN DARIPADA i DORI, LALU i DORI SEGERA MEMBERITAU SI TAMU BAHWA DIALAH SI PEMILIK RUMAH SEDANGKAN SI PEMBANTU YANG BERWAJAH TAMPAN HANYALAH SEORANG PEMBANTUNYA,
JADI DENGAN MEMPERHATIKAN KISAH I DORI YANG BARU PULANG DARI ACARA PENANAMAN WATU MPOGAA DI WILAYAH TENTENA MAKA RAKYAT BARE’E DAN PAMONA DAPAT MEMBUAT KESIMPULAN BAHWA WATU MPOGAA ITU ADA…!!!

.

Ketika i Dori tiba di Wotu, dia melanjutkan di sepanjang pantai. Dari setiap sungai yang dia lintasi, dia menolak semua sungai sampai dia datang ke sungai Waiboenta. Dia menilai air sungai Waiboenta dengan baik, jadi dia dan teman-temannya berjalan melewatinya ke hulu. Di tempat di mana yang utama adalah Waiboenta, Dori tidur di bawah pohon besar. Kemudian terjadilah bahwa serpihan tembakau jatuh, dan mendongak, Dori melihat sepupunya yang seorang wanita duduk di antara cabang-cabang.

I Dori menikahinya, dan oleh banyak orang berkumpul di sekitarnya, lanskap Waiboenta muncul. I Dori dan istrinya tidak mati tetapi berubah menjadi batu. Kedua batu putih i Dori dan istrinya dihiasi dengan pakaian dan disimpan dan dihormati di sebuah rumah.

I DORI, SANG DATU PAMONA TERAKHIR , YANG MENJADI LELUHUR DAN NENEK MOYANGNYA ORANG BAEBUNTA DI LUWU TIMUR.

.

Orang Pamona yang Asli asalnya dari Kecamatan Pamona Puselemba yang pusatnya berada di lokasi penanaman Watu Mpogaa.

Orang Pamona bisa disebut juga Suku Pamona atau disemua catatan A.C.KRUYT hanya disebut Pamona….!!!!
.
.

.

CERITA RAKYAT AMPANA DAN POSO MENGENAI i DORI DAN PEMBANTUNYA SETELAH PERISTIWA WATU MPOGAA

.

.

DARI CERITA RAKYAT DI DAERAH POSO DAN AMPANA MENGENAI i DORI DAN PEMBANTUNYA, DIKISAHKAN ADA SEORANG LAKI-LAKI YANG BERNAMA i DORI, SUATU HARI i DORI PULANG DARI ACARA PENANAMAN WATU MPOGAA DI DESA PAMONA, DAN i DORI TERNYATA BERWAJAH JELEK DAN DUA PEMBANTUNYA BERWAJAH TAMPAN, TIBA-TIBA ADA SEORANG TAMU BERKUNJUNG KERUMAH SI DORI LALU BINGUNG i DORI-NYA YANG MANA, YANG WAJAH JELEK ATAU YANG BER-WAJAH TAMPAN??? TERNYATA SANG TAMU LEBIH MEMILIH SI PEMBANTU YANG BERWAJAH TAMPAN DARIPADA i DORI, LALU i DORI SEGERA MEMBERITAU SI TAMU BAHWA DIALAH SI PEMILIK RUMAH SEDANGKAN SI PEMBANTU YANG BERWAJAH TAMPAN HANYALAH SEORANG PEMBANTUNYA,
JADI DENGAN MEMPERHATIKAN KISAH SI DORI YANG BARU PULANG DARI ACARA PENANAMAN WATU MPOGAA DIWILAYAH TENTENA MAKA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA WATU MPOGAA ITU ADA…!!!

DAN TERNYATA DORI ADALAH ANAK DARI TO MANURU LASAEO DAN RUMONGI :

Sumber :

” Selected Studies in Indonesian Archaeology ” Oleh : F. D. K. Bosch, Page : 160-161

.

.

.

I DORI, PUTRA TO LAMOA LASAEO , YANG MENJADI LELUHUR DAN NENEK MOYANGNYA ORANG BAEBUNTA DI LUWU TIMUR

.
.

LETAK BAEBUNTA (WAIBUNTA) ITU ADALAH DI TELUK BONE DEKAT KOTA PALOPO
.
.
BATAS-BATAS WILAYAH BAEBUNTA :
— BATAS UTARA : TO SALOE MAGOE,
— BATAS SELATAN : KOTA PALOPO,
— BATAS BARAT : SUNGAI SADANG , DAN
— BATAS TIMUR : TELUK BONE.

.

.

LETAK BAEBUNTA (WAIBUNTA) SEKARANG DI TAHUN 2019 ADALAH DI LUWU UTARA

.

.

Baebunta adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Indonesia.

.

.

Di Buku De BareE Sprekende Toradja van Midden Celebess Hal. 26, tertulis :
.

26
Toen Dori in Wotoe was aangekomen, ging hij langs het strand verder. Van iedere rivier, die, hij overstak, dronk hij een weinig, maar alle rivieren keurde hij af, tot dat hij aan de rivier van Waiboenta kwam. Het water van deze rivier keurde hij goed, en dus liepen hij en zijne gezellen haar stroomopwaarts langs. Op de plek gekomen, waar het hoofddorj) Waiboenta ligt, ging Dori onder een grooten boent a-boom slapen. Toen gebeurde liet, dat eene tabakspruim naar beneden viel, en opkijkende, zag Dori zijne nicht tusschen de takken zitten. Jlij huwde met haar, en lang- zamerhand verzamelden zich vele menschen om hem heeii en ontstond het landschap Waiboenta. Dori en zijne vrouw zijn niet gestorven maar in steen veranderd. Deze twee witte steenen zijn met kleederen omhangen en worden in een huisje bewaard en vereerd.

.

26
Ketika Dori tiba di Wotoe, dia melanjutkan di sepanjang pantai. Dia menggambar sedikit dari setiap sungai yang dia lintasi, tetapi dia menolak semua sungai sampai dia datang ke sungai Waiboenta. Dia menilai air sungai ini dengan baik, jadi dia dan teman-temannya berjalan melewatinya ke hulu. Di tempat di mana yang utama adalah Waiboenta, Dori tidur di bawah pohon besar. Kemudian terjadilah bahwa serpihan tembakau jatuh, dan mendongak, Dori melihat sepupunya duduk di antara cabang-cabang. Anda menikahinya, dan oleh dan oleh banyak orang berkumpul di sekitarnya, dan lanskap Waiboenta muncul. Dori dan istrinya tidak mati tetapi berubah menjadi batu. Kedua batu putih ini dihiasi dengan pakaian dan disimpan dan dihormati di sebuah rumah.

Sumber :

.

.

WATUMPOGAA (VATUMPOGA’A)

.

.

.

DARI BUKU WALTER KAUDERN ” Migrations Of The Toradja In Central Celebes ” hal 126-127 :

.

Pendapat saya adalah bahwa kita harus mengecualikan semua pemikiran To Ondae yang pernah hidup sebelumnya, saya belum dapat melacak suku atau nama apa pun pada I ^ akc. Cross berpikir bahwa To Ondae seperti Bare-e Toradja yang lain berasal dari desa mythological Pamona yang seharusnya terletak di sudut utara lake Poso.
Akan tetapi, seluruh kisah Pamona, tidak diragukan lagi, akan dibuang ke dunia dongeng selama hal itu belum dikonfirmasi oleh penelitian arkeologis tempat tersebut. Atau arti kata Pamona Kruijt menulis yang berikut ini; »P a m o n a, dari P o n a ‘asal’ (po, poe, pong, pung, poe’oe). Sang, mona, haluan ‘, dan kalemona’ pertama ‘. “
Ini menunjukkan, saya pikir, bahwa Pamona tidak memiliki tempat khusus tetapi Bare-e Toradja, atau setidaknya sebagian besar dari mereka, memiliki asal yang sama.
Wajar kalau penduduk asli menembakkan asalnya ke desa tertentu. Bahwa desa ini terletak jiist di Take Poso tidaklah aneh. Danau besar ini tidak mungkin dipengaruhi oleh kesukaan penduduk asli. Tentang ini banyak legenda yang terhubung dengan saksi beruang Danau.
127
Di tempat di mana desa legendaris Pamona berada, ada tiga batu besar yang diangkat menjadi tradisi ketika Bare-e Toradja meninggalkan desa lama mereka sebelum menyebar ke berbagai arah. Bagi saya ini sangat naif sehingga hanya bisa disukai oleh penduduk asli.
Ketika Kruijt, berbicara dengan penduduk asli, meminta perhatian mereka pada fakta bahwa mereka tidak sesuai dengan suku-suku Poso, mereka menjawab bahwa sebelumnya ada tujuh batu, satu batu untuk setiap suku. Namun sayangnya mereka menghitung Napoe di antara Poso
atau Bare-e Toradja yang tidak diragukan lagi adalah kesalahan,karena To Napoe tidak menganggap mereka sebagai Bare-e Toradja, dan Bare-e Toradja juga tidak menganggapnya demikian.
Penduduk asli lain mengatakan hanya ada lima batu di Pamona, tetapi batu-batu itu tidak ada hubungannya dengan asal-usul Bare-e Toradja, karena penduduk asli mengatakan bahwa mereka mewakili To Loew’u, To Bada, To Mori , To To Napoe, dan To Ondae. Atau semua ini hanya To Ondae yang Bare-e Toradja.
Dari lenyapnya begitu banyak batu yang luar biasa ini, penduduk asli memberi tahu Kruijt sebagai berikut. Pada masa perang beberapa suku yang memiliki batu seperti itu telah membawanya untuk mencegah musuh dari mempraktikkan seni magis melalui batu.
Lagipula tidak ada yang diketahui tentang asal mula dari tiga batu di utara Lake Poso. Mungkin mereka termasuk periode sebelum periode Toradja di Sulawesi Tengah. Mereka tidak sama sekali tanpa pasangan di bagian pulau ini. Batu serupa ditemukan di tempat lain. Gnibauer misalnya mewakili batu-batu seperti itu dari Lembah Rantepao. Batu-batu ini sangat mirip dengan apa yang kita di Skandinavia sebut sebagai batu sandungan, “cincin hakim, dan tidak diragukan mereka memiliki arti lain daripada yang tidak kita ketahui. Penelitian yang lebih mendalam akan mengungkapkan rahasia mereka kepada kita.
.
.

SUMBER :

KESIMPULAN DARI BUKU WALTER KAUDERN ” Migrations Of The Toradja In Central Celebes ” hal 126-127 tersebut, yaitu :

1. ARTI KATA PAMONA YAITU Berasal dari kata P a m o n a, dari P o n a ‘asal’ (po, poe, pong, pung, poe’oe). Sang, mona, haluan ‘, dan kalemona’ pertama ‘.

Jadi arti dari kata PAMONA adalah Asal usul Sebagian besar dari Orang Pamona pertama kali adalah berasal dari tempat yang sama yaitu Desa Pamona.

2. JUMLAH BATU WATU MPOGAA ADA 3 VERSI YAITU :

— Versi Pertama, JUMLAH WATU MPOGAA ADA 3,

— Versi Kedua, JUMLAH WATU MPOGAA ADA 7, yaitu To Luwu, To Bada, To Mori, To Ondae dan To Napu, Orang Sausu, dan Orang Parigi, dan

— Versi Ketiga, JUMLAH WATU MPOGAA ADA 5, yaitu To Luwu, To Bada, To Mori ,To To Napoe, dan To Ondae.

3. JUMLAH WATU MPOGAA BERKURANG KARENA, Pada masa perang beberapa suku yang memiliki batu seperti itu telah membawanya untuk mencegah musuh dari mempraktikkan seni magis melalui batu, dan

4. KISAH SEJARAH WATU MPOGAA KEMUNGKINAN TERJADI Yaitu sebelum periode Toradja terjadi di Sulawesi Tengah yaitu sebelum tahun 1895.

.

.

Itulah Kisah Sejarah PAMONA PURBA WATUMPOGAA yang nyaris terlupakan oleh Masyarakat Pamona jaman sekarang sehingga dibentuklah LEMBAGA ADAT PAMONA.

.

.
LEMBAGA ADAT PAMONA
.
.
Lembaga Adat Pamona untuk saat ini terbagi menjadi dua, yakni untuk di
daerah Poso bernama Majelis Adat Lemba Pamona Poso, sedangkan untuk di tanah Luwu (Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan) dinamakan Lembaga Adat Lemba Pamona Luwu, dan disini Hidayat Muslaini Sang Penulis Website ini berharap : ” SUPAYA SEMUA ORANG PAMONA MEMPERSATUKAN PENDAPAT MEREKA, BAHWA SEMUA ORANG PAMONA HANYA BERSUMBER PADA SATU TEMPAT SAJA, YAITU WATUMPOGAA YANG BERADA DI DESA PAMONA !!!! “
.
.

Dan Hidayat Muslaini menyebutkan bahwa :

“ORANG PAMONA YAITU ORANG-ORANG YANG LAHIR ATAU BERASAL DARI KE-TUJUH WILAYAH DARI WATU MPOGA’A YAITU To Loewoe, To Bada, To Mori, To Ondae, To Napu, Orang Sausu, dan Orang Parigi.

Orang Pamona yang Asli asalnya dari Kecamatan Pamona Puselemba yang pusatnya berada di lokasi penanaman Watu Mpogaa.

Orang Pamona bisa disebut juga Suku Pamona atau disemua catatan A.C.KRUYT hanya disebut Pamona.”

.

Tahun 1905 DATU LUWU Menuntut haknya kepada Orang – orang Luwu di seluruh sulawesi….,

Yaitu Ketika mereka telah berkembang menjadi suku-suku terpisah, Datoe juga menuntut penghormatan dari mereka, dan suku-suku baru ini untuk bagian mereka tidak memiliki apa pun untuk mengakui terhadap aturan Loewoe, karena mereka tahu dengan menyerah bahwa semua tanah mereka, sebelumnya tidak berpenghuni, ditaklukkan oleh Kedatuan Luwu.
.
.
Dari Kisah Sejarah Sawerigading diatas dapat diketahui bahwa orang-orang luwu yang tinggal didaerah Suku BareE dan Pamona menganggap dirinya berasal dari daerah Kedatuan Luwu dan Datu Luwu ditahun 1900-an menuntut hak atas orang-orang luwu yang mengetahui kisah sejarah Sawerigading mengenai Wilayah dan Kesetiaan Kepada Datu Luwu,

DAN PADA PERTENGAHAN ABAD KE-18 atas Kesepakatan Tinja Pata Sulapa, semua Kepala Suku BareE, dan Pamona (SEMUA KEPALA SUKU TORADJA : POSO TORADJA DAN BAREE TORADJA : A.C.KRUYT 1912) yang pada tahun 1770 MASEHI mendirikan kerajaan baru yang dinamakan KERAJAAN TOJO DI TOJO atas petunjuk pemilihan tempat oleh PILEWITI RAJA PERTAMA TOJO yang menanyakan semua nama Sungai yang dilewatinya dari SAUSU SAMPAI TANJUNG PATI-PATI dan kemudian Pilewiti memilih TOJO sebagai tempat untuk mendirikan suatu KERAJAAN YANG DINAMAKAN KERAJAAN TOJO.

.

.

.

.

.

.

.

.

SUMBER :

–A.C.Kruyt , “De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes”,

–Cerita Rakyat di Kabupaten Poso, dan

Universitaire Bibliotheken Leiden Libraries.

.

.

.

.

——————————————————–

CATATAN TAMBAHAN :

Dari Hal.23-25 A.C.Kruyt , “De Bare’e-sprekende Toradja’s van Midden-Celebes” :

.
DelegendevanLasaeo.
.
.
Niet ver van de rivier Wimbi vraagt een kalkheuvel aan onze linker- hand onze aandacht. Deze hoogte heeft het voorkomen van een regel- matig opgewonden hoop touw en heet Tamoengkoe mBaloegai, „de hoogte van de w a 1 o e g a i-liaan” ; aan zijn voet stroomt een klein beekje. Aan dez>n kalkheuvel heeft zich eene legende gehecht, welke aan iederen Toradja bekend is. Het verhaal luidt aldus: In den ouden tijd, toen de menschen nog allen tezamen leefden te Pamona, kwam (niemand weet van waar) een schoone jongeling op een witten buffel aangereden (er waren toenmaals nog geen buffels in Midden- Oelebes). Hij vond een meisje, Roemongi genaamd, dat met veldarbeid bezig was. Aan dit meisje vroeg de jongeling huisvesting; zij bracht hem naar hare ouders en later huwde de jongeling haar. Deze jonge man heette Lasaeo, wat „heer zon” beteekent. (Sommigen vertellen, dat Lasaeo
.
.
.
24
.
.
zou gezégd hebben, dat hij van uit den hemel Roemongi ziende, op haar verliefd was geraakt en daarom op aarde was neergedaald). Anderen plaatsen Lasaeo in een vroeger tijdperk en laten hem het Meer scheppen. Eens namelijk was hij in het veld, en wilde zich baden. Green, w^ater vindende, nam hij eene handvol aarde en waerp die naar het Westen, en ziet het hoogland der To Napoe was aanw^ezig. Daarop waerp hij een handvol naar het Noorden, een naar het Oosten en eten naar het Zuiden, en achtereenvolgens ontstonden de gebergten langs de Posso- rivier, Todjo en Loewoe. En op^de plek, waaruit hij den grond had ge- schept, was een groot meer ontstaan, het Meer van Posso. . Lasaeo was het, die den menschen voorschriften gaf omtrent den landbouw, en hij was het, die hun buffels schonk. Hij luam daartoe den witten buffel, dien hij had bereden, en hakte met één slag zijn kop van den romp. De kop vloog naar het landschap Napoe (of naar Bada), vandaar dat de To Napoe en To Bada zulk een overvloed van buffels hebben. Het lichaam. van den buffel bleef aan het Meer, en deed de buffels in die streek ontstaan. Het lichaam van den buffel, zegt de Toradja, is in steen veranderd. Op de hoogte van het dorp Peoera aan deu Oostkant van het Meer wijst men dezen in steen veranderden buffel nog aan, Op den rug van den steenen buffel is een ficus opgeschoten. Op zekeren dag nu zat Lasaeo in huis, terwijl zijne vrouw Roe- mongi (^) bezig was met rijst stampen onder de woning. Toen gebeurde het, dat Lasaeo’s kind den vloer van liet huis bevuilde. Lasaeo riep zijne vrouw, dat zij het vuil zou wegnemen, doch Roemongi antwoordde: „Ik heb hier mijn werk beneden, het huis; maak gij het dus maar schoon met gras”. Lasaeo deed zulks met weerzin, want zeide hij: „de faeces van ons hemellingen zijn niet zoo, maar als kikvorschen, die uit zichzelf )|’^eg- springen en zich verwijderen”. Hij werd zóó onaangenaam getroffen door den stank van de uitwerpselen van zijn kind, dat hij een afkeer kreeg van de menschen en dadelijk weer naar den hemel terugkeerde. Hij deed dit langs een w a 1 o e g a i-liaan, die uit den hemel afhing. Zijne vrouw volgde hem en klom na hem in de liaan ; inaar zoodra Lasaeo in den hemel was aangekomen, hakte hij de liaan achter zich door, zoodat deze met zijne vrouw naar beneden stortte. De liaan en Roemongi veranderden in steen; dit is de Tamoengkoe mBaloegai, en het water, dat er langs vloeit is de urine van Roemongi, die haar van schrik bij den val ontvloeide.
.
.
De zoon van Lasaeo.
.
.
Aangaande den zoon van Lasaeo en Roemongi zijn de meeningen ver- deeld. Sommigen beweren, dat hij Toewoe nTjolo, „levenskracht van de C) Roemongi (van rongi), ;,eene scherpe lucht van zich afgevende, scherp stinkend”, dus weer een „mensch” tegenover een hemelling. Vgl. Tontemboansch ren gis, ;,stinkend”.
.
.
25
.
.
zwavel” heette; een zoon van dezen zou Oli nTambo, 5,de vergoeding voor het in den steek laten” heeten en de sageheid Goema ngKoana, jjmet de zwaardscheede rechts”, in Napoe zijn geworden. Volgens anderen zou de zoon van Lasaeo Dori hebben geheeten, en deze zou de stamvader zijn geworden van het hoofdengeslacht van het landschap Waiboenta in Loewoe. Dit verhaal luidt aldus: De zoon van Lasaeo, i Dori, werd hoofd van Pamona. Na geruimen tijd vernam Loewoe van zijne macht, en het besloot deze op de proef te stellen. Het Loe- woe’sche gezantschap zei tot Dori: ,, Wanneer gij werkelijk macht hebt, draai dan asch tot touw, en hak een buffelhoorn met één slag door”. Dori nam nu een stuk geklopte boomschors (foeja) en draaide dit in elkaar als touw; daarop verbrandde hij het, waarna de asch van de foeja in den- zelfden gedraaiden vorm bleef liggen. Vervolgens nam hij een buffel- hoorn, en kookte die dagen lang achtereen; toen de hoorn zacht was ge- worden, hakte hij hem met één slag door; toen de beide helften weer afgekoeld waren en hard geworden, gaf Dori ze aan het gezantschap, dat moest erkennen, dat de hoorn, met één slag was doorgeslagen. Dori nam nu een lemor o-tak, schilde en droogde hem. Dezen tak gaf hij aan het gezantschap mede, zeggende: ,, wanneer uw heer werkelijk machtig is, laat hij dan dit hout met één slag doorslaan”. De Datoe van Loewoe vermocht dit niet te doen (^). Eenigen tijd daarna droomde Dori, dat eene nicht van zijn vader Lasaeo aan den oorsprong van eene rivier woonde. Hij besloot die nicht te gaan opzoeken, en hij gaf van zijn voornemen kennis aan de inwoners van Pamona. Toen hij werkelijk vertrokken was, zeiden de lieden van Pamona tot elkaar: „Waarom zouden wij hier nog langer blijven, nu ons hoofd niet meer bij ons is”. Toen ging men uit elkaar (volgt het planten der steenen enz.). Dori ging met twee slaven naar hét Zuiden en volgde den bergpas over den Takolekadjoe naar Loewoe. Op eene plaats, Wawo Ende ge- komen, overnachtten zij bij eene familie in huis. Aangezien Dori armelijk, en zijne slaven netjes gekleed waren, beschouwde men de laatsten als* voorname lieden, en Dori zag men aan voor een slaaf. Dientengevolge gaf men aan Dori geen water om yde handen te wasschen en geen palmwijn om te drinken. Dori ging nu naar beneden en stootte met het ondereinde van zijne speer op een rots; toen ontstond daar een gat, waaruit water te voorschijn kwam. Toen hij zijne handen gewasschen had, stootte hij met zijn speer op eene andere rots, en uit dit tweede gat kwam palmwijn te voorschijn. Nadat hij had gedronken, maakte hij het gat weer dicht; maar het gat, waaruit water te voorschijn kwam, bestaat nog. Na het gebeurde erkenden die lieden Dori als een voornaam man. C) Zoolang Ie mor o-hout versch is, is het gemakkelyk te bewerken; is het echter droog, dan is het zóó taai, dat een hakmes er weinig op kan uitrichten. Verhalen, waarin men eikaars vernuft op dergelyke wyzen beproeft, komen zeer veel voor in Midden-Celebes.
.
.
26
.
.
Toen Dori in Wotoe was aangekomen, ging hij langs het strand verder. Van iedere rivier, die, hij overstak, dronk hij een weinig, maar alle rivieren keurde hij af, tot dat hij aan de rivier van Waiboenta kwam. Het water van deze rivier keurde hij goed, en dus liepen hij en zijne gezellen haar stroomopwaarts langs. Op de plek gekomen, waar het hoofddorj) Waiboenta ligt, ging Dori onder een grooten boent a-boom slapen. Toen gebeurde liet, dat eene tabakspruim naar beneden viel, en opkijkende, zag Dori zijne nicht tusschen de takken zitten. Jlij huwde met haar, en lang- zamerhand verzamelden zich vele menschen om hem heeii en ontstond het landschap Waiboenta. Dori en zijne vrouw zijn niet gestorven maar in steen veranderd. Deze twee witte steenen zijn met kleederen omhangen en worden in een huisje bewaard en vereerd.

.

Satu pemikiran pada “i DORI DATU PAMONA, SANG PENAKLUK DATU LUWU

Tinggalkan komentar